BENAR-BENAR penjahat, tak lagi mengenal batas kemanusiaan. Hatinya seolah beku dan tak kenal belas kasihan. Nyawa pun dianggap sepele, sehingga tak dihargai sama sekali. Hanya ingin merampas barang, harus menghilangkan nyawa orang lain, tak peduli itu siapapun itu. Itulah yang dilakukan AG alias Wawan (27), warga Karangpandan, Karanganyar.
Wawan tega menghilangkan nyawa Sri Hartini (60), warga Berjo, Ngargoyoso, Karanganyar, yang merupakan pensiunan guru SD. Gara-garanya, saat ia nyatroni rumah Sri Hartini, mengira korban terbangun, sehingga langsung menindih leher korban dengan lengan hingga korban tak bernapas. Mengetahui korban sudah tak bernyawa, Wawan masih beraksi menggondol perhiasan dan dompet berisi uang.
Setelah itu, ia kabur membawa ATM dan mengambil uang korban senilai Rp 2,4 juta. Tak hanya itu, ia kemudian menjual perhiasan yang dicurinya seharga Rp 5,5 juta. Agaknya Wawan pembunuh berdarah dingin. Jangankan menyesali perbuatannya, ia malah dengan leluasan menikmati hasil curiannya. Seolah tak ada rasa bersalah telah menghabisi nyawa korbannya.
Baca Juga: Semua jenis visa bisa dipakai untuk umrah, begini kebijakan pemerintah Arab Saudi
Berdasar kesaksian tetangga, Wawan sebenarnya sudah dua kali menyatroni rumah Sri Hartini, namun korban tidak menuntut pelaku agar mengembalikan barang yang dicurinya. Apalagi pelaku adalah menantu tetangganya.
Ternyata aksi pencurian itu berulang, namun kali ini menghabisi nyawa korbannya. Rangkaian tindak pembunuhan dan pencurian itu berlanjut, bukan berdiri sendiri. Pelaku membunuh untuk memudahkan mengambil barang. Apakah dengan demikian, pasal yang disangkakan adalan pencurian dengan kekerasan atau pemberatan ?
Padahal, dibanding nyawa korban, barang yang dicuri nilainya tidak seberapa. Mengapa harus membunuh ? Itulah kekejaman Wawan yang sulit ditoleransi dan diterima akal sehat. Padahal, kalau hanya ingin mengambil barang milik korban sangatlah mudah tanpa harus membunuhnya.
Baca Juga: Dies Natalis ke-69 UKSW Salatiga, bakal hadirkan sejumlah rektor PT ternama di antarannya Yogyakarta
Kiranya, mengingat tindakannya sangat sadis, selayaknya pelaku dihukum berat. Apalagi, berdasar catatan kepolisian, pelaku adalah residivis dalam kasus penjambretan.
Bahkan, polisi dapat menjeratnya dengan pasal pembunuhan 338 KUHP, secara kumulatif dengan kasus pencurian. Penjara atau lembaga pemasyarakatan agaknya tidak membuat Wawan insyaf, sebaliknya malah kambuh dan melakukan kejahatan yang lebih berat. Karena melakukan tindakan berulang dan tidak merasa menyesal, sepatutnya hakim nanti menjatuhkan hukuman berat atau dengan pemberatan hukuman. (Hudono)