Ketiga, ibrah dan amtsal. Yang dimaksud dengan ibrah (mengambil pelajaran) dan amtsal (perumpamaan) adalah mengambil pelajaran dari beberapa kisah teladan, fenomena, peristiwa-peristiwa yang terjadi baik kejadian di masa lampau maupun masa kini.
Dari sini diharapkan anak akan dapat mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa, baik peristiwa yang berupa musibah maupun engalaman-pengalaman hidup yang lain.
Keempat, pemberian nasihat (mauidhah). Yang dimaksud dengan mauidhah adalah pemberian peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan kebaikan yang diyakininya itu.
Mauidhah mengandung dua unsur penting; yakni: (1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, (2) dosa yang muncul dari adanya larangan baik bagi dirinya sendiri maupun erhadap orang lain.
Kelima, pemberian janji dan larangan (targhib wa tarhib). Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat seseorang senang terhadap sesuatu maslahah, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan penuh keabadian, serta membersihkan diri dari segala dosa (kotoran) yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal-amal kebaikan.
Tarhib adalah ancaman yang diberikan kepada seseorang agar dirinya tidak melakukan pelanggaran nilai-nilai agama yang akan membawa kepada dosan dan kesesatan hidup.
Keenam, kedisiplinan. Penanaman nilai religiusitas dengan kedisiplinan membutuhkan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan dimaksudkan seorang pendidik harus memberikan sanksi pada setiap pelanggaran yang dilakukan anak.
Kebijaksanaan mengharuskan seorang pendidik (orangtua) untuk memberikan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran tanpa dihinggapi adanya emosi maupun dorongan-dorongan lainnya.
Ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan kepada anak ketika mereka melakukan pelanggaran. Hukuman diberikan bagi anak yang telah berulangkali melakukan
pelanggaran dan mngabaikan peringatan yang telah diberikan orang tua.
Ketujuh, pendidikan dan kegiatan keagamaan: Orang tua harus memberikan pendidikan agama yang baik kepada anak-anak mereka, baik melalui pendidikan formal maupun informal.
Keluarga dapat melakukan kegiatan keagamaan bersama, seperti shalat berjamaah, membaca kitab suci, atau melakukan kegiatan lainnya yang sesuai dengan agama mereka.
Kedelapan, diskusi, refleksi dan pengembangan rasa syukur. Orang tua dapat melakukan diskusi dan refleksi dengan anak-anak mereka tentang nilai-nilai religius dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Orang tua juga dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan, sehingga mereka dapat menjadi lebih dekat dengan agama mereka.
Kesembilan, mengajarkan nilai-nilai moral saat momen-momen penting. Orang tua dapat mengajarkan nilai-nilai moral yang sesuai dengan agama mereka, seperti kejujuran, kasih sayang, dan tanggung jawab.
Juga mampu untuk menggunakan momen-momen penting, seperti Hari Raya atau peristiwa penting lainnya, untuk mengajarkan nilai-nilai religius kepada anak-anak mereka.