SEORANG pemuda pengangguran, PA (26), warga Sabdodadi Bantul mungkin masuk rekor pencurian, karena dalam satu malam berhasil menggasak enam sepeda motor. Namun yang terakhir, aksinya kepergok korban dan pelaku langsung diringkus dengan bantuan warga. PA tak berkutik ketika diinterogasi petugas. Ia mengaku terlilit utang yang sudah jatuh tempo, sehingga harus melunasi segera.
Mengapa PA harus mencuri ? Mungkin cara itu dianggap yang paling mudah dan cepat. Beruntung PA tidak dihakimi massa. Orang yang terlilit utang biasanya kalap mencari cara bagaimana agar mendapatkan uang dengan cara yang cepat.
Sayangnya apa yang dilakukan PA keliru, mencuri motor. Ia pun bakal menjalani hukuman cukup lama di penjara atas sangkaan Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
PA dengan mudah mencuri motor para korbannya, terutama yang tidak dikunci stang, yakni di kawasan Bantul dan Yogya. Polisi mestinya mengembangkan kasus ini, karena tergolong istimewa. Bagaimana mungkin seorang pencuri dalam satu malam bisa ngembat enam motor ? Boleh jadi PA punya jaringan pencuri, termasuk penadahnya. Diduga motor-motor yang dicuri itu dijual kepada penadah, tentu dengan harga murah atau di bawah standar, apalagi tanpa dilengkapi surat kendaraan.
Mungkin muncul pertanyaan, mengapa PA memilih mencuri ketimbang ngemplang utang ? Padahal keduanya memiliki dampak hukum yang berbeda. Mencuri merupakan tindak pidana dan diancam sanksi penjara, sedang ngemplang utang bukanlah tindak pidana, melainkan perbuatan perdata yakni wanprestasi atau ingkar janji. Yang disebut terakhir ini sanksinya biasanya berupa penyitaan barang. Namun, bila debitur atau orang yang berutang tidak memiliki barang atau jaminan, kreditur tentu akan kesulitan.
Sementara, bila ditempuh lewat jalur hukum, gugatan ke pengadilan misalnya, mungkin tidak sebanding antara tenaga, biaya dan hasil yang diperoleh. Gugatan mungkin akan dimenangkan kreditur, namun hanya menang di atas kertas lantaran putusan tidak dapat dieksekusi. Inilah risiko kreditur yang meminjamkan uang tanpa agunan atau jaminan.
Dalam kasus di atas, kreditur tak bisa berbuat apa-apa. Toh debitur, PA, juga tetap tidak dapat melunasi utangnya lantaran ditangkap polisi karena mencuri. Kalaupun kreditur menerima pelunasan dari PA yang uangnya berasal dari hasil kejahatan, malah bisa terseret masalah hukum. (Hudono)
| BalasTeruskan Tambahkan reaksi |