SULIT mengistilahkan lelaki macam apa DA (50) ini. Lelaki warga Kapanewon Semanu Gunungkidul ini tega mencabuli anak tirinya, sebut saja Bunga (14). Bejatnya lagi, DA baru dua minggu menikahi ibu korban, sudah berulah dan mencabuli anak tirinya. Itu dilakukan DA saat ibu korban tidak berada di rumah. Korban pun diancam pelaku bila menceritakan kepada orang lain.
Namun, karena tidak kuat, korban akhirnya menceritakan peristiwa biadab itu kepada ibunya. Sang ibu pun tidak terima atas tindakan suami sehingga langsung lapor ke polisi. Karena buktinya cukup kuat, polisi langsung menahan tersangka dan menjeratnya dengan UU tentang Perlindungan Anak. DA terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Perbuatan DA sangat kelewatan. Bagaimana mungkin habis menikahi ibunya, ngembat anaknya ? Kelakuannya melebihi binatang. Bahkan, binatang pun belum tentu melakukan demikian.
Baca Juga: Mengapa Indonesia berpotensi terkena wabah HMPV, begini pandangan pakar
Pelaku pantas mendapat hukuman berat. Kalau perlu, hakim yang nanti akan menyidangkan kasusnya menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimiawi. Meski tidak bersifat permanen, namun berefek bagi pelaku sehingga diharapkan yang bersangkutan kapok tidak mengulangi perbuatannya
Jika pelaku tidak dihukum berat, dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya. Inilah fungsi hukuman, yakni membuat pelaku jera. Prinsipnya, hukuman harus menimbulkan efek jera. Artinya, bila hukuman itu tidak menimbulkan jera, berarti ada yang salah, entah itu sistemnya atau aturannya.
Mungkin ada yang beranggapan bahwa DA mengalami kelainan seks, karena sudah berhubungan dengan ibunya masih ngembat anaknya. Untuk mengetahui hal itu tentu perlu ahli seksologi. Namun, apapun hasilnya, tidak bisa menghapus tanggung jawab hukum pelaku. Pelaku tetap harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Lebih dari itu, meski kasus tersebut terjadi di lingkup keluarga, namun tak dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Pun delik tersebut bukan termasuk aduan, sehingga tak dapat didamaikan atau dicabut. Proses hukum harus jalan terus sampai dibawa ke pengadilan. Hal ini perlu ditegaskan, sebab dalam praktiknya sering ada upaya untuk menjadian kasus tersebut menjadi privat yang bisa dinegosiasikan.
Masyarakat berhak mengawal kasus tersebut sampai benar-benar dibawa dan diputus pengadilan. Anak-anak harus mendapat perlindungan hukum. Siapapun yang melakukan pencabulan terhadap anak harus mendapat hukuman setimpal. (Hudono)