DALAM pekan-pekan ini jajaran Polres/Polresta di DIY gencar menggelar razia minuman keras (miras) atau minuman beralkohol. Ribuan botol miras berbagai merek dimusnahkan. Apakah kemudian kejahatan berkurang atau hilang ?
Agaknya masalahnya tidak sesederhana itu. Aksi kriminal yang diawali konsumsi miras masih saja terjadi. Namun, kita tetap mendorong kepolisian tetap merazia miras. Mengapa ?
Fakta membuktikan bahwa miras menjadi sumber munculnya kriminalitas, mulai dari aksi klitih, tawuran serta penganiayaan. Wajar bila kemudian miras dijadikan kambing hitam terjadinya kriminalitas. Namun harus kita akui, selama ini aparat masih bertindak setengah-setengah dalam penanganan miras.
Selama ini razia banyak ditujukan kepada warung-warung yang menjual miras secara ilegal. Inilah sasaran paling banyak dalam razia yang digelar aparat. Lantas, bagaimana dengan miras yang dijual di toko atau supermarket ? Tentu saja aparat harus sangat hati-hati dan tak bisa asal sita. Sebab, boleh jadi, toko tersebut menjual miras dilengkapi izin atau legal. Jika demikian, maka aparat tidak dapat melakukan penyitaan. Inilah persoalannya.
Padahal, barang yang dijual di warung-warung sama dengan yang dijual di toko. Jadi persoalannya hanya terletak pada legal atau tidak. Orang mengonsumsi miras mungkin tidak melihat apakah barang yang diminum legal atau tidak, tidak penting bagi mereka, tokh efeknya juga sama. Konkretnya, bila orang mengonsumsi miras legal apa kemudian tidak melakukan tindak kriminal ? Tentu tidak demikian.
Memang benar dengan adanya ketentuan legal atau tidak, maka akses untuk mendapatkan barang menjadi terbatas. Mereka yang tidak punya uang mungkin akan kesulitan untuk mendapatkan miras legal di toko berizin. Beda dengan warung-warung yang secara eceran melayani pembelian miras secara ilegal. Lantas, apa persoalan intinya ? Kalau memang miras dilarang, seharusnya kebijakannya harus tegas.
Peredaran miras dalam skala apapun dilarang. Namun realitasnya, penjualan atau peredaran miras masih diperbolehkan, namun dibatasi. Celah inilah yang digunakan mereka untuk dapat mengakses miras dengan cara apapun, termasuk yang ilegal. Di tingkat kebijakan mungkin aparat kepolisian tidak punya kewenangan karena diserahkan kepada pemimpin daerah.
Berkaitan itulah perlu komitmen kuat dari para kepala daerah untuk memberantas miras baik di level paling bawah hingga atas. Sebab, tanpa komitmen itu, rasanya sulit memberantas miras hingga ke akar-akarnya. (Hudono)