DUA pelajar keluyuran tengah malam sambil membawa senjata tajam celurit dan airsoft gun di kawasan Depok Sleman Sabtu pekan lalu. Untuk apa mereka membawa senjata ? Entahlan, polisi masih menelusurinya.
Keduanya diamankan oleh polisi yang kebetulan sedang patroli. Peristiwa semacam itu sebenarnya bukan hal baru.
Mengapa terus berulang ? Polisi kiranya tak cukup hanya mengamankan mereka, melainkan juga melacak lebih jauh, baik menyangkut motif membawa celurit dan airsoftgun maupun tindakan keluyuran tengah malam. Lantas, di mana orang tua mereka ? Apakah orang tua membiarkan anaknya keluyuran di jalan tengah malam ?
Baca Juga: Inilah para pemenang Samsung Innovation Campus Batch 5
Kiranya orang tua yang membiarkan anaknya keluyuran tengah malam juga harus dibina atau diberi pengarahan. Orang tua tak cukup hanya memberi uang jajan kepada anaknya, lantas urusan selesai.
Mereka harus tetap mengawasi anaknya, terutama di malam hari, apalagi hingga tengah malam. Karena kedapatan membawa senjata, polisi berwenang memproses mereka berdasar UU Darurat No 12 Tahun 1951, tentu dengan tetap mengindahkan UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Perlindungan Anak.
Pelajar keluyuran tengah malam, masih menjadi persoalan serius di Yogya. Apalagi, mereka membawa senjata tajam. Biasanya, ketika tertangkap, mereka akan mengatakan senjata tersebut untuk jaga diri bila ada serangan musuh.
Baca Juga: PDIP akan dukung Prabowo, jika .....
Dalih seperti ini jamak disampaikan pelajar yang ketangkap, padahal mereka memang ada kesengajaan untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain.
Polisi lebih baik melakukan pencegahan ketimbang menunggu hingga terjadi penganiayaan atau tawuran. Kejahatan jalanan atau sering orang menyebutnya sebagai klitih memang menjadi PR bagi aparat kepolisian di Yogya. Sebenarnya itu bukan menjadi tanggung jawab kepolisian semata, melainkan juga orang tua, guru dan masyarakat. Mereka juga ikut terlibat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif.
Karena pelaku masih anak-anak atau dibawah umur, biasanya polisi hanya meminta mereka menandatangani surat pernyataan menyesal dan tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu juga diwajibkan apel dua hari dalam seeminggu. Apakah cara ini efektif ? Nampaknya tidak, karena anak yang tertangkap justru merasa ‘hebat’ dan ditakuti teman, sehingga membuat mereka makin jumawa.
Baca Juga: Kasus perundungan di Undip, besaran iuran mahasiswa PPDS berkisar Rp20 juta - Rp40 juta per bulan
Karena itu, disarankan polisi tetap memproses hukum dengan mengacu pada hukum positif, terutama yang mengatur tentang anak. (Hudono)