PENGUSUTAN kasus penganiayaan yang melibatkan empat tersangka perguruan silat dengan korban An (16) warga Boyolali, belum kelar. Polisi menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan tersebut. Korban mengalami luka di beberapa bagian tubuh karena pukulan dan tendangan. Korban bukanlah anggota perguruan silat tempat para pelaku bernaung.
Para penganiaya ini sepertinya satu komando untuk menghajar An. Aksi mereka kebablasan. Bukan satu lawan satu, namun korban dikeroyok empat orang, hingga mengalami luka cukup parah. Penganiayaan itu terjadi bukan hanya sekali, tapi beberapa kali, sampai korban benar-benar tidak berdaya hingga akhirnya meninggal dunia.
Puaskah para pelaku setelah menghabisi korbannya ? Pun, apakah perguruan silat tempat mereka bernaung membenarkan tindakan anggotanya yang menganiaya korban ? Inilah yang harus didalami aparat kepolisian. Kita harapkan kejadian serupa tidak terulang. Rasanya tidak ada perguruan silat manapun yang mengajarkan anggotanya untuk membunuh atau menganiaya orang lain tanpa sebab yang dibenarkan hukum.
Baca Juga: Hempaskan Stuttgard lewat adu penalti, Bayer Leverkusen juara Piala Super Jerman 2024
Kalaupun dalam latihan silat terjadi perkelahian, semuanya pasti terukur, karena ada pelatih atau penanggung jawabnya. Sedang di luar arena latihan, inilah yang acap tidak terkontrol, sehingga semua berjalan tanpa kendali. Menendang, memukul dan seterusnya, tanpa perhitungan sehingga membuat orang lain celaka.
Para penganiaya tak bisa lolos dari jerat hukum. Mereka adalah tersangka penganiayaan yang dilakukan secara bersama yang mengakibatkan orang lain meninggal, sebagaimana diatur Pasal 170 KUHP. Pelaku yang sebagian masih di bawah umur akan diproses berdasar UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), sehingga dibedakan dengan orang dewasa.
Kiranya tak ada celah bagi aparat kepolisian untuk melakukan diversi atau penyelesaian di luar hukum, karena kasusnya tergolong berat, menyebabkan kematian. Pun tak bisa ditempuh mekanisme restorative justice atau keadilan restorative. Hukum pidana memang bukan sebagai sarana balas dendam, namun tidak pula lembek memberi maaf kepada pelaku yang membunuh orang lain.
Baca Juga: Jessica Kumala Wongso keluar dari penjara, Ditjen Pemasyarakatan : Jessica bebas bersyarat
Masyarakat, termasuk keluarga korban, berhak mengawasi proses hukum yang kini sedang berjalan. Bila ada kejanggalan atau tidak beres bisa melapor ke Komisi Kepolisian atau institusi lain yang punya tugas pengawasan. Biarlah proses hukum ini berjalan sesuai aturan atau on the track agar keadilan benar-benar dapat ditegakkan. (Hudono)