BERAPA biaya untuk menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten ? Berapa pula biaya yang dikeluarkan untuk menjadi kepala daerah maupun wakil kepala daerah ? Jawabnya pasti bervariasi, namun angkanya fantastis. Belum lagi, ketika ditanyakan peruntukannya apa saja. Nyaris tak ada jawaban yang seragam. Tapi, yang pasti, untuk menjadi anggota dewan yang terhormat ataupun kepala daerah, tak ada yang gratis.
Pendek kata, butuh biaya yang sangat besar untuk kampanye atau mempengaruhi orang memilih dia. Bahkan, sempat muncul pengakuan dari saah satu kandidat wapres Sandiaga Uno, untuk kepentingan kampanye Pilpres, biaya yang dikeluarkan mencapai angka triliun. Padahal, nanti ketika menjadi pejabat negara, entah itu wakil presiden atau pejabat lainnya, penghasilan resminya tak sampai triliunan.
Semua sudah ada patokannya. Umumnya, biaya untuk kampanye jauh melebihi penghasilan yang bakal diterimanya selama lima tahun. Lantas, untuk apa menjadi pejabat negara ? Prestise, gagah-gagahan, atau pengabdian ? Agaknya, kalau dijawab yang terakhir ini masyarakat tidak akan percaya. Jadi, yang paling tahu persis adalah yang bersangkutan.
Baca Juga: Terpidana kasus 'kopi sianida' Jessica Kumala Wongso keluar dari penjara
Sederet pertanyaan di muka sebenarnya dapat dijadikan indikator untuk menilai apakah yang bersangkutan bersih atau tidak. Karenanya, upaya KPK yang mengharuskan calon pejabat publik melaporkan harta kekayaannya kepada negara adalah bentuk antisipasi agar tidak terjadi penyimpangan (baca: korupsi). Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) sangatlah penting sebagai acuan.
Walaupun, dalam praktiknya, acap LHKPN hanyalah formalitas, tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Biasanya, nilai LHKPN diturunkan, atau ada harta kekayaan yang tidak dilaporkan atau disembunyikan. Ini hanya salah satu modus untuk mengelabui petugas. Padahal, setiap tahun pejabat tersebut tetap harus bikin LHKPN, apakah juga akan terus menerus memanipulasi angka ?
LHKPN menjadi penting untuk membandingkan berapa penghasilan pejabat bersangkutan di awal memegang jabatannya hingga setelah menjabat setahun, dua tahun dan seterusnya, apakah ada pertambahan nilai yang tidak wajar. Pendek kata, LHKPN menjadi sarana untuk mengukur tingkat kewajaran kepemilikaan kekayaan selama menjadi pejabat. Bila klir tentu tidak ada masalah, namun bila ada kejanggalan, harus diklarifikasi.
Baca Juga: Ini kendala yang dihadapi pasien kanker payudara yang akan mengakses trastuzumab
Kembali soal biaya meraih jabatan, baik sebagai anggota dewan maupun kepala daerah, memang tidak ada yang gratis. Kalaupun mengeluarkan biaya, harus dipertimbangkan tingkat kewajarannya. Bila tidak wajar, boleh jadi ada masalah. (Hudono)