INSIDEN kekerasan terhadap wartawan terjadi usai pembacaan vonis mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tipikor Jakarta beberapa hari lalu. Selain menganiaya wartawan, pelaku juga merusak peralatan kerjanya, berupa kamera. Atas insiden tersebut, SYL menyampaikan permintaan maaf. Diduga pelakunya adalah pendukung atau simpatisan SYL.
Agaknya, masih banyak orang yang tidak mengerti atau paham kerja wartawan. Dalam menjalankan tugasnya wartawan bukan mewakili dirinya sendiri atau perusahaannya, melainkan mewakili kepentingan publik. Ini sejalan dengan salah satu peran pers yaitu memenuhi hak publik untuk mengetahui atau right to know. Hak ini dijamin dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Karena itu, menghambat atau menghalangi kerja wartawan sama saja dengan menghalangi hak publik mendapatkan informasi. Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengancam orang yang menghalangi kerja wartawan dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. Sayangnya, pasal ini tak pernah diterapkan. Sebab, umumnya, ketika terjadi aksi kekerasan terhadap wartawan, diselesaikan dengan cara musyawarah atau damai.
Baca Juga: Jangan buru-buru beli kendaraan secara kredit, simak tips berikut ini
Padahal, berdasar pasal di atas, tindakan menghalangi atau menghambat tugas wartawan masuk kategori kriminal dan deliknya bersifat biasa, bukan aduan. Bahkan, sekalipun korban tidak melapor, polisi dapat proaktif memprosesnya dengan mengumpulkan data maupun bukti. Terkait kasus di atas, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mendesak Polda Metro Jaya mengusut kasus tersebut.
Bukan sekali ini terjadi aksi kekerasan terhadap wartawan, bahkan beberapa hari lalu, di Karo Sumatera Utara, rumah wartawan dibakar hingga empat orang penghuninya tewas. Gara-garanya si wartawan tersebut memberitakan kasus judi online yang disebutnya melibatkan oknum aparat penegak hukum.
Agaknya, masih perlu sosialisasi bahwa wartawan dalam menjalankan profesinya dilindungi hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU Pers. Sayangnya, tidak ada penjelasan pasal tersebut menyangkut bagaimana mekanisme perlindungan terhadap wartawan. Akibatnya, kekerasan terhadap wartawan terus terjadi di berbagai tempat.
Semua pihak mestinya menghormati profesi wartawan yang sejatinya bekerja untuk kepentingan publik. Wartawan profesional akan selalu mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingannya sendiri. Kembali pada kasus kekerasan terhadap wartawan peliput sidang kasus SYL, sebaiknya diselesaikan secara hukum untuk memberi efek jera kepada pelaku. (Hudono)