HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjatuhkan putusan yang intinya menolak seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
Meski tiga dari delapan hakim mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion, namun keputusan MK tetap berlaku secara final dan mengikat.
Seperti diketahui, para pemohon meminta agar MK membatalkan penetapan KPU tentang hasil Pilpres 2024 dan meminta dilakukan pemungutan suara ulang tanpa diikuti pasangan 02 Prabowo-Gibran. Permohonan tersebut ditolak seluruhnya, sehingga KPU kemudian menetapkan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Sementara tiga hakim MK Saldi Isra, Arief Hidayat dan Eny Nurbaningsih mengajukan dissenting opinion berupa pemungutan ulang di wilayah yang terjadi kecurangan. Namun mereka hanya bertiga, sehingga kalah dengan suara mayoritas hakim MK. Alhasil, gugatan seluruhnya ditolak MK.
Dalam sejarah PHPU baru pertama kali terjadi dissenting opinion, ketiga hakim MK tersebut pun mendapat sanjungan dari para penggugat. Ketiganya dinilai masih memiliki hati nurani dan punya komitmen kuat menegakkan etika moral. Apakah dengan demikian lima hakim lainnya tak punya etika moral ?
Tentu tak sesederhana itu cara berpikirnya. Sebab, namanya gugatan yang kemudian diputus oleh pengadilan, tentu ada pihak yang puas maupun tidak puas. Mereka yang kalah berperkara akan selalu mengatakan bahwa putusan tidak adil, tidak bermoral dan seterusnya. Sebaliknya, pihak yang menang akan mengatakan hakim telah memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Selalu saja begitu dari dulu, sebab tak ada keadilan yang hakiki yang diterima semua pihak. Adil menurut pihak A akan dianggap tidak adil menurut pihak B, itu sangat wajar dalam konteks gugat menggugat di pengadilan, termasuk di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hanya saja di MK aturannya sudah jelas bahwa putusannya bersifat final dan mengikat, sehingga tidak memungkinkan ditempuh upaya hukum lain, baik banding maupun kasasi.
Semua pihak, senang atau tidak senang, harus menghormati putusan MK dan menaatinya. Dalam perkembangannya, baik paslon Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud menghormati keputusan MK dan mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran, meski mereka akan tetap mengkritisinya.
Sikap menerima putusan MK ini tentu melegakan karena bisa meredam gejolak para pendukung yang marah dan kecewa atas putusan MK. Inilah saatnya untuk membangun kebersamaan dan menatap Indonesia ke depan yang lebih baik. (Hudono)