HARIAN MERAPI - Tragedi ini sungguh menggugah naluri kemanusian kita. Hanya gara-gara masalah sepele, nyawa melayang. Tragisnya lagi, itu akibat cekcok keluarga, antara kakak dan adik ipar, hanya gara-gara rebutan kaca kusen.
Entah bagaimana awalnya, mereka berebut kaca kusen dan berlanjut dengan pertengkaran hingga berkelahi. Sang kakak ipar, SD (63) tewas di tangan adik iparnya MSD (55) setelah mereka duel di halaman rumahnya yang berdampingan, kawasan Bojong, Panjatan Kulonprogo 25 Oktober lalu.
Istri SD sempat berteriak minta tolong, hingga tetangga berdatangan. Tapi terlambat, SD sudah nggeblak tak sadarkan diri. Sempat dibawa ke rumah sakit dalam kondisi koma selama lima hari hingga akhirnya meninggal dunia.
Baca Juga: Merintis Usaha dari Laci Kecil Karton, Pasangan Suami Istri Asal Yogya Ini Sukses Besarkan Gotosovie
SD meninggal dunia hanya gara-gara masalah kaca kusen yang ia klaim sebagai hak miliknya. Kaca tersebut awalnya dipasang di rumah MSD karena dianggap sudah diberikan oleh yang bersangkutan. Tapi entah bagaimana, SD merasa kaca tersebut miliknya sehingga minta kepada MSD untuk dicopot.
Berapa sih harga kaca kusen ? Jelas tidak sebanding dengan nyawa saudara. Ketika orang sudah kalap, setan sudah menguasai jiwa dan pikirannya, maka semua bisa dilakukan. Termasuk MSD yang tega menghabisi nyawa kakak iparnya. Nasi telah menjadi bubur, MSD harus mempertangunggjawabkan perbuatannya.
Ia dapat dituduh melakukan pembunuhan atau setidak-tidaknya penganiayaan yang menyebabkan orang meninggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (3), subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Hanya karena masalah kaca kusen saja nyawa melayang, apalagi barang yang lebih berharga lagi. Mungkin ini masalah harga diri.
Baca Juga: MUI Sebut Tidak Pernah Merilis Daftar Produk Terafiliasi Israel
Ketika harga diri terusik maka hal yang di luar dugaan bisa terjadi. Tak ada lagi istilah saudara, apalagi saudara ipar, yang ada hanyalah nafsu untuk menyingkirkan atau membuat sengsara orang lain.
Kasus ini bukan lagi pidana dalam keluarga, tapi pidana umum, dan tak mungkin kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Penyelesaiannya harus hukum ansich. Dalam kasus tersebut, korbannya tak hanya SD, tapi juga istri pelaku. Sebab istri MSD adalah adik kandung korban.
Ia kehilangan kakak sekaligus harus merelakan suaminya, MSD masuk penjara. Tentu dampaknya ke masalah ekonomi. Bila MSD masuk penjara maka tanggung jawab ekonomi keluarga harus dipikul sang istri. Serba dilematis. (Hudono)