DUNIA pendidikan khususnya pesantren di Karanganyar heboh menyusul dugaan pelecehan seksual yang dlakukan oknum pimpinan pondok pesantren di Jatipuro Kabupaten Karanganyar, AB (40).
Paling tidak korbannya enam orang santriwati, dimungkinkan masih bertambah. Awalnya mereka tutup mulut, namum akhirnya ketahuan juga setelah salah seorang korban bercerita kepada pacarnya telah diperlakukan tidak senonoh oleh guru ngajinya.
Dari cerita itulah kemudian sang pacar melaporkan kepada orang dewasa dan ditindaklanjuti hingga ke polisi. Ternyata ada enam santriwati yang menjadi korban pelecehan AB. Masyarakat pun geger lantaran tahunya AB adalah orang yang alim, santun dan agamis. Apalagi, AB juga telah memiliki istri yang cantik. Bahkan pesantren tersebut sering mengundang kiai ternama dan menasional.
Baca Juga: Wakil Ketua KPK Johanis Tanak disidang Dewas, ini keputusannya
Kiranya kasus di atas bukan sekali ini terjadi. Beberapa waktu lalu, pimpinan Ponpes di Bandung bahkan sampai menghamili santriwatinya, kasusnya telah disidangkan di pengadilan dan yang bersangkutan telah mendapat hukuman berat. Jadi, ini bukanlah fenomena baru. Tapi, mengapa berulang ? Bukankah ponpes tempatnya orang menimba ilmu dan meningkatkan budi pekerti ?
Kiranya tak bisa digeneralisasi atau diambil kesimpulan umum. Karena tidak semua pondok pesantren sama kondisinya. Lebih tepat orang yang melakukan kejahatan terhadap santriwati itu kita sebut sebagai oknum.
Ini adalah persoalan serius karena menyangkut masa depan anak, sehingga tak ada celah untuk menyelesaikan secara musyawarah kekeluargaan. Sebab, bila cara itu yang ditempuh dikhawatirkan tidak akan menimbulkan efek jera.
Baca Juga: TikTok Shop tidak langgar undang-undang , begini tanggapan Menkominfo
Meski kasus terjadi secara sporadis dan tidak sistematis, kasus di Karanganyar ini dapat berdampak pada mereka, khususnya para orang tua, yang hendak menyekolahkan anaknya di pesantren. Wajar bila kemudian ada kekhawatiran bagaimana bila anaknya mengalami nasib seperti di Ponpes Karanganyar ?
Untuk itulah, sebelum memasukkan putra-putrinya ke pesantren, harus dipastikan bahwa pesantren tersebut benar-benar aman untuk anak.
Akses orangtua untuk mengawasi anaknya tak boleh dihambat. Orang tua tetap harus bisa mengawasi anaknya meskipun telah diwakilkan kepada guru di pesantren.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ajak Menteri Nikmati Pemandangan Pagi di IKN
Agar pesantren tetap dipercaya, harus menerapkan sistem pengamanan yang memadai buat santriwan maupun santriwatinya. Pendidikan yang dilaksanakan secara tertutup tanpa bisa dikontrol justu akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Pengawasan internal harus diperketat, baik untuk pengurus maupun pengajar agar kasus seperti di atas tidak terulang. (Hudono)