Widya merasakan aroma kopi yang manis itu di jajanan yang ia cicipi, rasanya sama persis, aroma kembang melati.
Wahyu tidak sabar menunggu jawaban Widya, lalu membuka paksa tas gadis itu dan mengambil bingkisan jajanan pemberian kakek bungkuk itu.
Anehnya, pembungkusnya bukan koran melainkan daun pisang. Wahyu tetap membukanya.
Semua orang melihat isi di dalam bingkisan itu, berlendir dan aromanya sangat amis.
Baca Juga: KKN di Desa Penari (Versi Widya) Bagian 7: Widya atau Nur? Benar-benar Malam yang Sungguh Gila
Ternyata, isi dalam bingkisan itu adalah kepala monyet yang masih segar dengan darah di daun pisangnya.
Setelah kejadian itu, Wahyu mengurung diri dalam kamar 3 hari lamanya.
Kadang ia masih tidak percaya dengan hal itu, namun ketika membayangkan bagaimana kepala-kepala monyet itu jatuh di tangannya, rasa mualnya kembali, dan Wahyu muntah lagi.
Sementara Widya hanya mengulang kalimat Mbah Buyut, “Jangan menolak pemberian tuan rumah,”
Maka Wahyu dan Widya seharusnya sudah bertindak benar, meski tahu semua itu ganjil, mereka harus tetap mencobanya.
Masalahnya, hanya Widya yang sadar, jika kakek bungkuk, pemuda, penari, dan semua yang mereka temui itu bukanlah manusia.
Baca Juga: KKN di Desa Penari (Versi Widya) Bagian 6: Pelanggaran Pertama, Ini yang Dilakukan Ayu dan Bima
Tapi Widya diam, tidak mengatakan keganjilan itu kepada Wahyu.
Jika sampai menolak pemberian dan pertolongan mereka, mungkin jalan ceritanya akan benar-benar berbeda.
Bisa jadi penolakan akan berujung pada malapetaka bagi keduanya.