Syaratnya, Nur mandi dulu, baru kemudian Widya.
Saat melewati Sinden, Nur kembali merasa tidak nyaman, Sinden itu terdiri dari anak tangga dari batu bata merah. Terlihat dari bangunannya, jika usia Sinden sudah sangat tua.
Ada kolam air jernih di dalamnya, tapi terlihat tidak pernah digunakan oleh warga.
Nur juga fokus pada bentuk menyerupai candi di belakang Sinden, pelataran kecil, dan sesajen di atasnya.
Tapi, Nur tidak melihat ada gangguan di situ.
Lalu, sampailah mereka di bilik, yang di belakangnya ada pohon besar, dan semak yang rimbun.
Widya memberitahu jika di dalam bilik terdapat kendi besar, yang selalu penuh terisi air, untuk digunakan mereka mandi.
Nur melangkah masuk, seketika itu menyeruak bau daging busuk dan aroma amis, Nur mencoba memahami, jika bilik itu bukanlah tempat yang bersih.
Baca Juga: Indonesia Bidik 7 Medali Emas SEA Games Vietnam Hari ini, Ini Cabangnya
Berlantai tanah, dengan dinding kayu yang ditumbuhi lumut hitam, merata di seluruh permukaannya.
Nur membasuh tubuhnya dengan air kendi, tapi ada perasaan aneh, seperti ada benda kecil dan halus yang menyentuh kulitnya. Rambut, kendi itu dipenuhi rambut.
Nur istighfar, ia mundur, mencoba memanggil Widya, tapi tidak ada jawaban, ketika mencoba keluar, pintu bilik seolah ditahan dari luar.
“Wid bukak, Wid bukak,” Nur berteriak, permintaan tolong yang sia-sia, sampai ia sadari, di belakangnya ada makhluk hitam tinggi besar, menyentuh langit-langit bilik.
Baca Juga: LGBT Jangan Diberi Ruang di Indonesia, Begini Pandangan F-PKS DPR RI