Reza Rahadian bintangi film 'The Verdict' sebuah karya sinema drama hukum yang serius dan ambisius

photo author
- Selasa, 18 November 2025 | 22:00 WIB
 Sutradara asal Korea Selatan Lee Chang-hee saat sesi konferensi pers acara gala perdana film "Keadilan: The Verdict" di Jakarta, Rabu (12/11/2025).  (ANTARA/Abdu Faisal)
Sutradara asal Korea Selatan Lee Chang-hee saat sesi konferensi pers acara gala perdana film "Keadilan: The Verdict" di Jakarta, Rabu (12/11/2025). (ANTARA/Abdu Faisal)

Cerita film ini juga menuntut kepiawaian mereka menunjukkan emosi yang kuat dan konflik batin yang terus berkelanjutan.

Rio Dewanto harus menampilkan beratnya perjuangan seorang Raka melawan kekuatan orang beruang (berduit) yang memanipulasi hukum dan mengancam keadilan, sebuah perlawanan yang membutuhkan keberanian moral luar biasa.

Baca Juga: Ditinggal Tidur, Rumah di Karangmojo Guungkidul Hangus Dilalap Api

Di sisi lain, Reza Rahadian harus menunjukkan kecerdasan hukumnya sebagai Timo, yang kemampuannya bisa ia gunakan untuk mencari kemenangan demi klien, atau secara ideal, untuk mencari dan menegakkan kebenaran dalam versinya sendiri.

Kontras moral antara kedua tokoh utama ini adalah mesin penggerak utama dan paling menarik dari seluruh narasi film.

Kehadiran Hakim Hanum Triatmaja (Dian Nitami) sebagai pendukung kunci juga krusial. Sebagai hakim, ia adalah lambang kebenaran dan otoritas tertinggi di ruang sidang.

Aktingnya harus meyakinkan penonton, sehingga bisa menggambarkan bahwa ia benar-benar terperangkap di antara aturan hukum yang kaku, tekanan dari pihak luar, dan suara hati nurani pribadinya.

Perannya adalah jangkar penting yang menahan persidangan agar tidak sepenuhnya jatuh ke dalam kekacauan atau ketidakberdayaan.

Tokoh-tokoh pendukung lainnya, seperti Gilang (Tubagus Ali) sebagai saksi kunci peristiwa kekerasan dan Burhan Yusuf (Dimas Aditya) sebagai jaksa penuntut umum, juga memperlihatkan konflik yang kompleks dari berbagai sudut pandang, menunjukkan bahwa pertarungan hukum ini melibatkan banyak pihak, dengan kepentingan yang berbeda-beda, bukan hanya dua orang di depan hakim.

Baca Juga: BRI Sabet 3 Penghargaan di Asia Sustainability Reporting Awards 2025, Bukti Kepemimpinan Keberlanjutan di Asia

Masalah sistem

Inti masalah di sini adalah sistem korup dalam dunia peradilan yang ingin diangkat, tidak sekadar menceritakan pertarungan dua individu secara pribadi. Sebaliknya, karakter-karakter utama dan pendukung dipakai sebagai jalan masuk yang efektif untuk melihat bagaimana sistem itu — yang seharusnya menjaga kebenaran — justru bisa diakali dan dimanfaatkan oleh pihak yang kuat secara finansial untuk melindungi pelaku kekerasan dan menghindari konsekuensi hukum.

Film ini membawa pesan kecil, yaitu: "Saat kebenaran dapat dinegosiasikan, maka ruang sidang hanya menjadi panggung sandiwara."

Dengan semua pasal dan aturannya, sistem hukum dipakai secara licik untuk memutarbalikkan fakta dalam kasus kekerasan tersebut.

Ini harus dilakukan secara meyakinkan, bukan hanya mengandalkan twist cerita yang mendadak atau kejutan di menit terakhir.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X