HARIAN MERAPI- Edukasi mitigasi bencana dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Satu diantaranya, melalui pendekatan sinema terbuka atau layar tancap.
Salah satu dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Budi Dwi Arifianto SSn MSn termasuk yang memprakarsai kegiatan tersebut dengan tajuk Layar Merapi.
Sebab, ia melaksanakan program pengabdian berjudul, Pendampingan Pengelolaan Literasi Kebencanaan Melalui Event Pemutaran Layar Tancap di Kawasan Rawan Bencana (KRB) 3 Dukun, Magelang, Jawa Tengah.
Baca Juga: Program MBG harus tepat sasaran, begini usulan pakar gizi UGM
Menurut Budi, rangkaian kegiatan pendampingan tersebut merupakan bagian dari program hibah pengabdian masyarakat yang didanai Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UMY.
“Dengan fokus utama pada peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam merancang programming event sinema edukatif, sekaligus peningkatan keterampilan sumber daya manusia melalui pelatihan intensif,” ungkapnya, baru-baru ini.
Adapun salah satu output utama dari pendampingan tersebut, lanjut Budi, yaitu program Layar Merapi yang telah diluncurkan pada 14 Februari 2025, dan digelar secara bertahap.
Pelaksanaannya bekerja sama pula dengan sejumlah pihak seperti Yayasan Sumber Literasi Masyarakat dan didukung hibah Sinema Mikro Indonesiana dari Kementerian Kebudayaan.
“Jadi Layar Merapi memadukan hiburan, edukasi dan refleksi. Yang pasti, program ini juga tidak hanya menayangkan film bertema kebencanaan saja,” jelas Budi.
Namun, ada pula kegiatan yang melibatkan masyarakat luas dalam Dialog Merapi (diskusi interaktif) serta Panggung Budaya Merapi (pertunjukan seni tradisional/budaya lokal).
Bahkan, ada sesi pelatihan teknis dalam produksi dan pengelolaan event komunitas. Jadi, pihaknya hadir langsung mendampingi komunitas dan relawan dalam membangun program literasi kebencanaan yang kreatif dan berkelanjutan.
Ditambahkan Budi, kegiatan tersebut bukan sekadar pemutaran film lewat layar tancap saja, tetapi bentuk konkret keterlibatan akademisi dalam membangun literasi kebencanaan berbasis kearifan lokal.
“Kami ingin memastikan bahwa program ini tak berhenti di seremonial semata, tapi benar-benar memberi dampak jangka panjang,” tegasnya. Sehingga melalui pendampingan yang dilaksanakan, para relawan dan komunitas lokal kini memiliki bekal maupun kepercayaan diri untuk terus menggelar kegiatan serupa secara mandiri.