DEPOK (MERAPI) - Penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja kembali digaungkan oleh ratusan mahasiswa di Yogyakarta dengan aksi turun ke Jalan Gejayan (Afandi) Depok, Kabupaten Sleman, Kamis (16/7) siang. RUU Cipta Kerja dinilai merugikan buruh dan menguntungkan pemodal.
Massa aksi yang bernama Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) dari gabungan sejumlah universitas tersebut, memulai aksinya dengan long march dari bundaran UGM menuju Jalan Gejayan. Puluhan poster dan spanduk bernada protes menjadi atribut yang dibawa dalam aksi yang menerapkan physical distancing tersebut.
Dengan dipimpin mobil komando, peserta aksi menutup akses pertigaan Jalan Gejayan baik dari arah Utara, Selatan dan Barat. Humas ARB, Revo menuturkan aksi ini merupakan buntut keresehan mahasiswa dan masyarakat dalam menyikapi peran pemerintah dan DPR RI.
"Kita berkumpul di sini bahwasannya masyarakat di Yogyakarta sangat resah dan mendesak adanya penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cipta Kerja," ungkapnya.
Revo menilai anggota DPR RI yang telah dipilih melalui ajang Pemilu dinilai telah gagal melaksanakan amanahnya sebagai wakil rakyat.
Pemerintah, dalam hal ini juga tidak menunjukkan sikap keberpihakan kepada rakyat dan justru sengaja diam.
"Pemerintah dan DPR RI berencana mengesahkan RUU Omnibus Law pada tanggal 16 Juli ini dengan iming-iming janji membuka lapangan kerja baru di tengah pandemi Covid-19," jelasnya.
Tak hanya akan berdampak pada pekerja, RUU Cilaka juga akan berimbas pada lingkungan. Sejumlah regulasi seperti pencabutan izin usaha bagi korporasi yang melakukan perusakan hutan dicabut, dan hanya diberlakukan denda dinilai akan menguntungkan pengusaha.
"Proses pemeriksaan perkara perusahaan dihapus. Lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dihapus. Ini adalah contoh-contoh kecil yang bisa berefek besar terhadap keadilan lingkungan di Indonesia," terangnya.
RUU Omnibus Law, dilanjutkan Revo juga akan berdampak pada dunia pendidikan karena akan melanggengkan penciptaan institusi pendidikan tinggi sebagai institusi neoliberal. Dengan merevisi beberapa pasal di UU 20/2003 yang mengatur flesibilitas satuan pendidikan formal dan non formal wajib bekerja sama supaya korporasi bisa berinvestasi.
"Pendidikan nantinya akan ke arah liberal, orientasinya hanya pada pasar. Sehingga akan mengabaikan pendidikan yang kritis dan akses pendidikan yang murah ke rakyat," tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua SBSI Yogyakarta Dani Eko Wiyono menuturkan mendukung aksi yang digelar dalam upaya membela hak-hak buruh. Ia menilai perlu adanya gerakan bersama dari seluruh komponen untuk mengingatkan jalan Pemerintah Esksekutif dan Legislatif yang telah melenceng.
"Ada banyak faktor yang membuat buruh dalam posisi RUU Cilaka ini menjadi tidak sejahtera. Seperti perpanjangan jam kerja dan penetapan upah minimum menjadi semakin rendah. Selain itu dalam beberapa pasal juga akan menghilangkan hak-hak pekerja," tambahnya.
Dani juga menyebut RUU Cilaka hanya memberikan fleksibilitas pada sektor tenaga kerja yang mana memudahkan kepentingan pemilik modal.
"Kami menolak RUU Cipta Kerja karena RUU tersebut dapat merugikan buruh. Terlebih lagi pembahasannya dilakukan di tengah pandemi saat rakyat sedang kesusahan," pungkasnya.
Dalam aksinya ARB menuntut gagalkan Omnibus Law RUU Cipta, berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan dan upah layak rakyat terutama di saat pandemi. Gratiskan UKT/Semester selama pandemi, cabut UU Minerba, segera sahkan RUU PKS, hentikan dwi fungsi Polri serta menolak otonomi khusus Papua. (C-8)