YOGYA (MERAPI)- Gubernur DIY Sri Sultan HB X menegaskan Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Turi harus ikut bertanggungjawab terkait kelalaian pembina pramuka hingga menewaskan 10 siswi dalam kegiatan susur sungai Sempor, Turi pada Jumat, (21/2) lalu. Sebab, kata Sultan, mustahil bila Kepsek tidak mengetahui kegiatan yang diikuti ratusan siswa-siswinya tersebut.
"Tidak ada alasan aktivitas dengan siswa sebanyak itu kepala sekolahnya tidak tahu. Tidak ada logikanya," ujar Sultan kepada wartawan, Senin (24/2) di Hotel Tentrem Yogyakarta.
Dikatakan, Kepsek dimungkinkan kena sanksi meskipun belum ada kepastian pidana atau seperti apa, terlepas dari apakah Kepsek mengizinkan kegiatan tersebut digelar atau tidak.
Lebih lanjut, Sultan masih mempertanyakan terkait kegiatan susur sungai tersebut, sebab tidak masuk logika. Apalagi sebetulnya warga sekitar sungai sudah memperingatkan dan melarang untuk aktivitas yang membahayakan pada musim hujan tersebut.
"Berarti tidak menjaga keselamatan (pembina pramuka). Pembina kan paham, ini anak masih SMP. Kenapa musim hujan malah menyusur sungai, itu alasannya apa?," ungkap Sultan.
Adapun kawasan wisata di Dukuh Sempor, Turi, Sleman, Pemda DIY tidak akan menutup kawasan tersebut sebab tidak ada kaitannya dengan kelalaian Pembina Pramuka yang berujung maut tersebut.
Kawasan wisata tersebut memiliki pengelola yang terlatih pada kegiatan yang dilakukan di area sungai, sementara saat kejadian, pihak sekolah tidak lapor dan meminta izin pada pihak pengelola wisata.
Sementara itu, Tim psikolog yang bertugas mendampingi SMPN 1 Turi Sleman korban susur sungai Sempor menemukan sedikitnya 6 siswi yang mengalami gangguan psikis pasca kejadian itu. Tak hanya psikis, adanya gangguan fisik serta perilaku juga ditemukan selama proses trauma healing yang dibantu oleh relawan tersebut.
Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia wilayah DI Yogyarkarta, Siti Urbayatun mengungkapkan, keenam siswi tersebut mengalami sejumlah gejala, di antaranya gejala psikis yang ditunjukkan dengan raut wajah sedih serta gejala fisik seperti mual-mual. Sedangkan untuk gejala perilaku adalah terkadang berteriak dan takut bertemu orang.
"Sekali lagi, ini gejala. Belum bisa disebut gangguan, melainkan reaksi umum sekali dari apa yang baru saja dialami. Untuk menanganinya, kami juga bekerja sama dengan tim medis," ungkapnya kepada wartawan di halaman sekolah SMPN 1 Turi, Senin (24/2).
Dijelaskan, tim akan memantau terus kondisi para pelajar baik di sekolah maupun di puskesmas hingga enam hari mendatang. Langkah konkret yang diambil sementara ini adalah untuk memulihkan kondisi emosinya agar membaik terlebih dahulu.
"Kadang-kadang hal semacam ini menular. Melihat teman-temannya menangis, siswa lain akan empati dan menangis. Ada juga marah, kecewa, sedih karena merasa kehilangan temannya. Ini yang tentu kita harus pulihkan dulu kondisi emosionalnya dengan pendampingan yang intensif," jelasnya.
Kepala SMPN 1 Turi, Tutik Nurdiana yang ditemui wartawan lagi-lagi hanya memberikan pernyataan singkat. Dia menyatakan, kegiatan pembelajaran anak kelas 9 saat ini baru mengikuti serangkaian tes akademik. Sementara untuk kelas 7 dan 8, yang menjadi peserta susur sungai, ia serahkan semua kepada tim pendamping.
"Untuk kelas 7 dan 8 saya sudah bilang kalau saya ikut tim psikolog dan dinas," tutupnya singkat.(C-8/C-4)