BAMBANGLIPURO (MERAPI)- Kisah pilu dialami oleh Heri Supriyanto, warga Sirat, RT 02, Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Empat bulan lebih mata pria 40 tahun itu tidak dapat merasakan sinar matahari secara langsung. Meski tidak mengalami kebutaan, kacamata hitam tidak pernah lepas sebagai penutup matanya.
Termasuk ketika Bupati Bantul, Suharsono menjenguknya, kemarin (4/2) siang. Setelah mengalami insiden kecelakaan lalulintas, Heri mengalami kelainan pada pembuluh darahnya. Untuk memulihkan kondisinya, keluarga kurang mampu ini membutuhkan biaya hingga puluhan juta rupiah. Sementara, klaim Jasa Raharja dan BPJS kesehatan yang sudah didapatkan tidak dapat menanggung seluruh biaya pengobatan.
Istri Heri, Isah Yulianti mengaku sudah menerima santunan dari Jasa Raharjo sebesar Rp 20 juta. Sedangkan klaim BPJS Kesehatan juga sebesar Rp 20 juta. Namun uang tersebut tidak dapat menutup semua biaya pengobatan yang seluruhnya mencapai Rp 90 jutaan. Sejauh ini, untuk menutup biaya pengobatan, perempuan yang setiap hari berjualan ayam di pasar itu sudah menjual motor, pohon jati, hingga meminjam ke bank. Bahkan kandang ayam yang menjadi tumpuhan ekonomi keluarga ini terpaksa disewakan kepada orang lain. “Suami saya buruh, dia merawat ayam potong. Sekarang kandangnya kita sewakan ke orang lain untuk menutup biaya berobat,” jelas ibu dua anak tersebut.
Yuli menceritakan, Heri Supriyanto terlibat insiden kecelakan di Jalan Samas pada 7 September 2019 lalu. Akibatnya Heri mengalami luka di bagian kepala dan dilarikan ke RS Santa Elisabeth Ganjuran. Namun karena kondisinya cukup parah, dia kemudian dirujuk ke RSUP DR Sarjito. Di rumah sakit tersebut dia didiagnosa mengalami geger otak ringan dan patah tulang tangan dan bahu. Setelah mendapatkan perawatan selama 20 hari, Heri kemudian dibawa pulang oleh pihak keluarga. “Di Sardjito pertama itu habis Rp 27 juta biayanya,” terangnya.
Setelah tiga hari di rumah, sakit Heri kambuh dan dilarikan ke RS PKU Muhammadiyah Bantul. Meski sudah mendapatkan perawatan selama 10 hari, tidak ada perkembangan signifikan pada kesehatannya. Sehingga Heri kembali dirujuk ke Sardjito dan menjalani perawatan selama 26 hari. Pada perawatan kedua di RSUP DR Sardjito itu dilakukan pemeriksaan mendalam terhadap kondisi Heri. Barulah kemudian diketahui jika ada kelainan pada pembuluh darahnya. “Ada pembuluh darah yang menempel, jadi kalau matanya kena sinar langsung akan merasa sangat pusing. Terus mendengar denyut jantung yang sangat keras seperti dibelakang telinga,” ungkap Yuli.
Dokter yang menangani Heri kemudian menyarankan kepada wanita 33 tahun itu untuk dilakukan penanganan lanjutan. Untuk kembali normal, harus dilakukan operasi pada otak untuk memasang alat khusus yang didatangkan dari Singapura. Namun langkah itu urung dilakukannya lantaran tidak memiliki biaya untuk membeli alat impor yang ditaksir harganya mencapai Rp 24 juta. Belum termasuk biaya operasi yang diperkirakan membutuhkan dana Rp 20 juta. “Kami sudah tidak punya apa-apa lagi, sudah habis dijual,” imbuhnya.
Sejauh ini Heri harus kontrol ke RSUP DR Sardjito setiap sepekan sekali. Beruntung utnuk akomodasi ambulans sudah mendapatkan layanan dari Ambulans NU setempat. Meski begitu biaya pengobatan harus terus dikeluarkan lantaran setiap kali selesai kontrol dia harus menebus obat di apotek. “Seminggu sekali beli obat, satu botol Rp 100 ribu. Pertama kali seminggu bisa tiga botol,” sebutnya.
Bupati Bantul, Suharsono mengungkapkan keprihatinannya atas musibah yang menimpa Heri. Dia berharap proses pengobatannya terus dilanjutkan. Pemerintah menurutnya berkomitmen untuk membantu keluarga tersebut. Saat itu pihaknya menyampaikan bantuan dana pengobatan. Meski enggan menyebut jumlahnya, Suharsono mengaku bantuan itu disampaikan dari Koperasi Korpri, BASNAZ Bantul, dan BPBD Bantul. “Saya juga tambahi dari uang pribadi,” jelasnya. (C1)