SEDAYU (MERAPI) - Eksekusi pengosongan rumah milik Henri Wiwik di Karanglo, Argomulyo, Sedayu berlangsung dramatis. Meski tanah dan bangunan dengan luas 71 meter persegi itu sudah berbalik nama pemenang lelang, namun Wiwik yang menghuni rumah sejak 10 tahun terakhir masih kekeuh menempati. Isak tangis dan upaya mediasi yang diminta seakan tidak menghalangi niat puluhan petugas yang seperti mengepung rumah berlantai dua tersebut, Senin (30/10) siang.
Sebuah truk parkir di ujung gang sisi selatan Perumahan Griya Pesona Alam, Karanglo, Sedayu. Sementara satu persatu petugas menaikkan perkakas rumah tangga yang berhasil dikeluarkan dari dalam rumah. Personel dari Polsek dan Koramil Sedayu mengawasi pelaksanaan eksekusi rumah bercat coklat tersebut. Saat itu sebagian petugas mencopot satu persatu sekat dinding kaca di teras rumah. Kerumunan tiba-tiba pecah setelah kedatangan seorang gadis dengan sepeda motor matik yang langsung parkir di halaman. Gadis ini adalah putri semata wayang Wiwik yang nampak kaget melihat para petugas membredel semua barang di rumahnya. Di depan pintu gadis ini terjongkok menangis tersedu melihat ibunya yang mengunci diri di sebuah ruangan. "Iki kabeh nggone bapakku," teriaknya melihat para petugas membawa keluar almari dan beberapa kursi.
Eksekusi rumah ini merupakan imbas dari lelang yang dilakukan sebuah bank sekitar bulan April 2017 lalu. Rumah tersebut merupakan jaminan utang atas nama Wiwik yang diketahui menunggak selama 7 bulan. Lelang itu dimenangkan oleh seorang warga Kasihan, Arif Setiawan. Ditemui disela eksekusi, Arif mengatakan sejak April sudah berulangkali berkomunikasi dengan keluarga Wiwik. Namun upaya itu tidak membuahkan hasil, sehingga rumah tak kunjung dikosongkan. Dia mengaku memenangkan lelang rumah tersebut seharga Rp 95 juta. Meski runah itu sudah berbalik nama, namun Wiwik yang tinggal berdua saja dengan putrinya itu enggan pindah. "Sembilan lima berapa rupiah saya lupa, setiap kali saya komunikasi dia (Wiwik) alasannya tidak logis," sebutnya singkat.
Penitera Pengadilan Negeri Bantul, Listiono Warsito mengaku pengosongan ini sudah dinyatakan dalam risalah lelang. Pemenang lelang menurutnya secara resmi sudah berhak atas bangunan tersebut. Bahkan sertifikat sudah balik nama. Namun karena sang pemilik lama tidak kunjung mengosongkan rumahnya, pemohon akhirnya mengajukan eksekusi kepada pengadilan. "Sertifikat sudah balik nama, tapi tidak segera dikosongkan sehingga ada pengajuan eksekusi," terangnya.
Sebelum eksekusi ini disebutkan Listiono sudah ada beberapa tahapan termasuk almaning atau surat teguran. Sesuai regulasi yang ada, paling lama delapan hari setelah teguran itu dilayangkan, penghuni harus mengosongkan rumahnya. Namun karena batas waktu sudah lewat maka pihaknya melaksanakan risalah lelang tersebut. Sebagai solusi jalan tengahnya, Listiono menyebut pemenang lelang bersedia mencarikan tempat kontrakan untuk menaruh barang-barang perkakas selama enam bulan ke depan. "Soal kontrakan itu sebenarnya tidak ada aturannya, tapi ini bagian dari tenggangrasa sang pemohon yang sudah mencarikan tempat di daerah Sorobayan, Sedayu," tandasnya.
Di sisi lain, pendamping Wiwik dari Lembaga UN Swissindo, Siti Kholimah menilai beberapa proses selama ini janggal. Bahkan selama mendampingi keluarga Wiwik mulai dari awal sebagian besar usulannya tidak digubris oleh pengadilan. Perempuan yang akrab dipanggil Oly ini menjelaskan, Wiwik mengambil pinjaman di sebuah bank sebesar Rp 55 juta. Dana tersebut sebagian besar digunakan sebagai biaya operasi sang suami yang akhirnya meninggal dunia beberapa bulan kemudian. Sepeninggal suami yang merupakan pensiunan TNI itu, kondisi usaha Wiwik pasang surut sehingga utang bank menunggak sampai tujuh bulan. "Anehnya, sisa waktu pembayaran itu masih dua tahun dan Ibu Wiwik ini berniat untuk melunasi," keluhnya.
Selain itu, Oly juga menyebut harga lelang tidak sesuai dengan taksiran harga seharusnya. Dengan perhitungan lokasi dan luasan bangunan harganya bisa mencapai Rp 350 juta. Namun dalam lelang itu terbeli dengan harga tidak lebih dari Rp 100 juta. Meski begitu Oly mengaku masih akan berusaha agar rumah yang dieksekusi tersebut akan bisa kembali dimiliki oleh keluarga Wiwik. "Masih ada waktu enam bulan, kami akan berusaha agar rakyat kecil seperti Bu Wiwik ini mendapat keadilan," tegasnya.
Sementara itu terkait usaha Wiwik yang pasang surut, salah seorang tetangganya membenarkan. Ibu 40 tahun yang enggan disebut namanya itu mengaku tidak banyak tahu soal pekerjaan Wiwik. Namun begitu perempuan yang jarang bersosialisasi itu sering terlihat keluar rumah. Bahkan menurutnya beberapa usaha yang pernah dibangunnya selalu gulung tikar. "Dulu pernah laundry, terus usaha nasi boks, tapi sepertinya sudah berhenti," pungkasnya. (C1)