YOGYA (MERAPI) LSM Jogja Corruption Watch (JCW) mensinyalir tidak hanya ada dua bank yang tersandung kasus kredit fiktif yang melibatkan dua bank berplat merah di Yogyakarta. Diduga, ada lima bank lain yang juga dirugikan dan kemungkinan besar adalah sindikat.
Seperti diketahui, kasus kredit fiktif yang melibatkan karyawan Bank Jogja dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) DIY itu sudah masuk tahap penyelidikan dan memunculkan dua nama tersangka K (36) dan F (26) oleh Kejaksaan Tinggi DIY.
Oleh sebab itu, JCW mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk transparan terhadap kasus tersebut sebab kasus tersebut merugikan banyak pihak.
"Karena itu kami mendesak OJK (otoritas jasa keuangan) untuk terbuka untuk membuka data bank-bank mana saja yang tersandung kasus kredit fiktit ini," ujar aktivis JCW, Baharudin Kamba dalam diskusi 'Fenomena Kredit Fiktif Bank Plat Merah', Senin (5/4) di Yogyakarta.
Kamba menyebut kasus tersebut disinyalir dilakukan oleh sindikat tertentu sebab modus-modus yang dilakukan terlihat berpola yang sama. Misalnya saja pengajuan kredit yang sangat mudah. Dia juga menyebut kemungkinan terdapat lebih dari dua tersangka.
"Modusnya dengan pengajuan kredit dengan nama-nama yang tidak semua karyawan, ada yang pakai nama palsu," imbuhnya.
Kamba juga meminta agar DPRD Kota Yogyakarta melakukan pengawasan terkait kasus tersebut, menghormati proses hukum, dan tetap mendesak OJK agar transparan terhadap kasus.
"Kita menghormati proses hukum yang berjalan, namun OJK harus transparan dalam pengawasan agar negara tidak semakin dirugikan," ungkapnya.
Sementara Anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Wisnu Sabdono Putro mengatakan kerugian negara atas kasus tersebut mencapai Rp 27 Miliar. Dia juga menyebut pentingnya transparansi terhadap kasus tersebut.
"Cara kerja bank bisa saja ngawur, karena saya dapat laporan ada orang yang diberi id card, diberi seragam kemudian diminta mengajukan kredit. Setelah cair dia hanya dapat sedikit dan sisanya dibawa siapa tidak tahu," jelasnya.
Oleh sebab itu, DPRD Kota Yogyakarta segera membentuk pansus untuk pengawasan kasus yang merugikan banyak pihak itu. "Kita hormati proses hukum tapi jelas harus diusut tuntas siapa saja yang terlibat karena seusai UU tipikor ada dua pasal yang disangkakan," jelasnya. (C-4).