HARIAN MERAPI - Beberapa kondisi bisa menghalangi seseorang mendapatkan akses pendidikan, seperti adanya konflik politik di sebuah negara.
Adanya konflik tersebut dapat pula memaksa individu menjadi pengungsi ke luar negeri agar tetap bisa hidup, mendapat keamanan, dan juga mendapatkan pendidikan.
Hanya saja akses pendidikan di negara tujuan biasanya masih sangat terbatas. Contoh alasan tersebut menjadikan International Program of Communication Study (IPCOS) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berusaha bisa membantu para pengungsi luar negeri.
Salah satunya agar bisa terus belajar, yakni melalui program Summer Course 2022 secara daring dan diselenggarakan sejak 11 Juli 2022 sampai 15 Agustus 2022 mendatang.
Menurut Direktur IPCOS UMY, Dr Muria Endah Sokowati, pihaknya membuka kelas tersebut sebagai wujud peduli terhadap dunia pendidikan tanpa memandang status sosial peserta didiknya.
“Kami membuka kelas ini sebagai bentuk kepedulian kami terhadap pendidikan, termasuk para pengungsi yang masih termarginalisasi karena minimnya akses pendidikan bagi mereka,“ tegasnya.
Ditambahkan Dr Muria, program tersebut mengusung tema Rethinking Communication, Media, and Diversity on Indonesian Context. Sehingga diharapkan pula para pengungsi bisa memahami secara general.
Misalnya, mengenai proses kerja media Indonesia ketika menampilkan perbedaan agama, suku, gender, sosial, termasuk kaum minority dan disabilitas sehingga bisa merefleksikan dalam pengalaman mereka sebelumnya.
Adapun dilaksanakannya Program Summer Course 2022 untuk pengungsi luar negeri merupakan hasil kerjasama IPCOS UMY dengan International Organization for Migration (IOM) di Indonesia.
Baca Juga: Lokasi CCTV sungai online di wilayah Jogja, pantau banjir hingga tempat favorit untuk mancing mania
Jumlah peserta ada 33 orang berasal dari Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar, dan Somalia. Muria juga menyambut baik antusiasme pengungsi yang bergabung dalam kegiatan ini.
“Kami juga percaya bahwa pendidikan itu hakikatnya memerdekakan manusia, meski mereka tidak merdeka secara kewarganegaraan setidaknya kami masih memberikan kesempatan agar mereka tetap merdeka dalam berpikir,” ujarnya