HARIAN MERAPI - Sebanyak 116 mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), khususnya peserta mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), mengikuti kuliah lapangan di kawasan Sungai Code, Sabtu (20/12/2025). Kegiatan ini menjadi ruang belajar kontekstual yang mempertemukan teori di kelas dengan praktik pengelolaan sungai berbasis masyarakat.
Kuliah lapangan tersebut merupakan inisiatif dosen Teknik Lingkungan UII, Widodo Brontowiyono bersama Adam R Nugroho, PhD. Keduanya merancang pembelajaran agar mahasiswa tidak hanya memahami konsep, tetapi juga menyerap nilai, pengalaman, dan kearifan lokal yang tumbuh di bantaran sungai.
Baca Juga: Menjaga Air, Merawat Peradaban: Prof Eko Siswoyo Dikukuhkan sebagai Guru Besar UII
Koordinasi lapangan dilaksanakan oleh Rifi Aditya Pratama (Kelas B), Amelinda Neysa Arzety (Kelas A), Zacky Annas (Kelas C), dan Shefi Wahyu Mei Rani (Kelas D), sehingga kegiatan berjalan tertib dan efektif sesuai rundown yang telah disusun.
Didampingi langsung para pegiat Komunitas Code, mahasiswa diajak menyusuri sejumlah titik pembelajaran. Pemanduan lapangan dipimpin Ketua Komunitas Merti Code, Drs. Totok Pratopo, bersama Haris Syarief Usman, SH, MH serta pengurus komunitas lainnya. Mahasiswa berdialog dengan warga rusunawa, pengelola bank sampah, kelompok tani perkotaan, hingga pengelola ruang terbuka hijau publik.
Baca Juga: DIY Terima 50 Becak Listrik dari KAI, Sri Sultan Tekankan Solusi Pengganti Bentor
Dalam rangkaian kunjungan tersebut, mahasiswa mempelajari beragam praktik pengelolaan sungai dan lingkungan: mitigasi banjir, manajemen sampah berbasis warga, pertanian perkotaan, pengembangan ruang terbuka hijau, hingga implementasi rumah model M3K—mundur, munggah, dan madep kali—sebagai bentuk adaptasi permukiman terhadap dinamika sungai.
Suasana belajar terasa hidup. Mahasiswa tampak antusias berdiskusi, mengamati, dan mencatat berbagai praktik baik yang selama ini menjadikan Code sebagai laboratorium sosial-ekologis yang dikenal luas. Pengalaman lapangan ini dinilai sangat berharga karena membuka perspektif bahwa pengelolaan sumber daya air tidak semata soal infrastruktur, tetapi juga soal partisipasi, kesadaran, dan kapasitas masyarakat.
Pembelajaran di Sungai Code juga dikaitkan dengan refleksi atas bencana banjir yang belakangan melanda sejumlah wilayah di Sumatera dan menelan banyak korban. Meski kondisi geografis dan sosialnya berbeda, melihat langsung pengelolaan kawasan Code memberikan kesadaran bersama bahwa penguatan kapasitas masyarakat merupakan kunci penting dalam upaya mitigasi risiko bencana.
Sungai Code sendiri telah lama menjadi rujukan berbagai pihak, termasuk peneliti dan pemerhati lingkungan dari berbagai negara. Model pengelolaan kawasan sungai yang tumbuh dari inisiatif warga menjadikan Code bukan hanya ruang hidup, tetapi juga ruang belajar. Bahkan, gagasan awal lahirnya Sekolah Sungai di Indonesia disebut bermula dari praktik-praktik yang berkembang di kawasan ini.
Baca Juga: Pemkot Yogyakarta Segera Tambah EWS Otomatis di Sungai Gajah Wong, Code dan Winongo
Melalui kuliah lapangan ini, UII menegaskan komitmennya menghadirkan pembelajaran yang membumi dan relevan dengan tantangan nyata. Bagi para mahasiswa, Sungai Code bukan sekadar lokasi studi, melainkan cermin bahwa keberlanjutan lingkungan dapat tumbuh dari kolaborasi, kesadaran kolektif, dan keberpihakan pada kehidupan bersama. *