JOGJA, harianmerapi.com - Berembus kabar baik dari perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glasgow.
Indonesia menyatakan keinginan untuk menutup operasi PLTU batu bara sebelum tahun 2040.
Diketahui, PLTU batu bara berkontribusi sangat besar terhadap krisis iklim serta berdampak besar pada kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Greenpeace Indonesia berharap Pemerintah menuangkannya dalam berbagai produk kebijakan dan mengimplementasikannya dengan peta jalan yang jelas.
Pasalnya, dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru tahun 2021-2030 menyebutkan PLTU batu bara justru masih mendapatkan porsi penambahan sebesar 13,8 Gigawatts (GW).
“Pengumuman ini tidaklah berarti bila berbagai produk kebijakan di level implementasi justru bertolak belakang," ujar Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya kepada harianmerapi.com, Jumat (5/11/2021).
Baca Juga: Waspada Teror Geng Motor di Jalur Wisata
Tata menegaskan penutupan PLTU benar-benar harus disertai dengan pengembangan energi bersih dan terbarukan.
"Tidak lari ke berbagai solusi semu, dan tidak mengabaikan dampak merusak operasi PLTU yang telah dan akan terus terjadi hingga 2040,” tegasnya.
Tata mengatakan inisiatif menutup operasi PLTU batu bara sebelum tahun 2040 dapat menjadi jalan keluar bagi Indonesia untuk menghentikan operasi PLTU batu bara sesuai rekomendasi IPCC dan melakukan transisi ambisius ke energi bersih dan terbarukan.
Baca Juga: Pernikahan yang Tak Direstui 9: Cinta Monyet Tumbuh Kembali
Dia menyebut PLTU batu bara saat ini kapasitasnya sebesar 31,9 GW, yang mana telah berkontribusi sangat besar terhadap krisis iklim serta berdampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang merugikan rakyat Indonesia.
"Belum lagi tambahan sebesar 13,8 GW PLTU di dalam RUPTL 2021-2030, 90 persen di antaranya akan dibangun di Jawa dan Sumatera yang sudah mengalami kelebihan kapasitas," ujarnya.