Wakil Ketua KPK Menyatakan, Banyak Keanehan dalam Lelang Tender Infrastruktur di Daerah

photo author
- Rabu, 6 Oktober 2021 | 19:50 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester 1 tahun 2021 di gedung KPK Jakarta, Selasa (24/8).  ((Humas KPK))
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester 1 tahun 2021 di gedung KPK Jakarta, Selasa (24/8). ((Humas KPK))

Baca Juga: Inilah Rekomendasi Pola Makan Sehat untuk Mengurangi Risiko Penyakit Jantung

"Memang kasus korupsinya 241 perkara, yang paling besar masih penyuapan yaitu 761 perkara tapi dari perkara-perkara penyuapan itu, penyuapannya juga terbanyak terkait pengadaan barang dan jasa jadi pengadaan barang dan jasa masih menjadi juara pertama kasus di KPK, lebih spesifiknya pengadaan konstruksi," kata Pahala.

Saat pandemi Covid-19 yaitu pada 2020 hingga Juni 2021, KPK menangani kasus korupsi terkait pengadaan konstruksi sebanyak 36 kasus.

"Artinya saat semua sedang sibuk dengan masalah kesehatan, pengadaan konstruksi tetap normal dan tetap ada korupsinya," ungkap Pahala.

Baca Juga: 29 Atlet dan Ofisial PON XX Papua Positif Covid-19. Menpora : PON Harus Tetap Berlanjut

Berdasarkan analisis KPK, setidaknya ada tiga titik korupsi pengadaan barang dan jasa yaitu saat perencanaan, proses pengadaan dan pelaksanaan pembangunan.

"Pertama saat perencanaan ada suap untuk mendapatkan komitmen kepastian anggaran pegnadaan itu sendiri serta komitmen fee pengaturan pemenang. Jadi kontraktor memberikan modal di awal agar daerah tersebut mendapat anggaran pengadaan," tambah Pahala.

Titik kedua adalah saat proses pengadaan dengan setidaknya empat modus yaitu meminjam bendera perusahaan lain, perusahaan pendampin fiktif, "mark up" HPS, hingga manipulasi syarat lelang.

Baca Juga: Bupati Haryanto Akui OPD Sering Diganggu Upaya Pencurian Data Pemerintah

Titik ketiga adalah dalam pelaksanaan pembangunan dengan dua modus yaitu pertama manipulasi laporan pekerjaan serta kedua pekerjaan fiktif.

"Sistem elektronik memang sudah ada tapi kondsinya seperti itu, intinya perusahaan kontraktor harus keluar uang juga agar seakan-akan ada proses tender lewat e-procurment tapi yang menang harus perusahaan tertentu," tambah Pahala.

Komposisinya, menurut Pahala, dari nilai kontrak 100 persen, maka kontraktor akan mengambil keuntungan sebesar 10-15 persen, selanjutnya untuk komitmen kepastian anggaran sebesar 7 persen, "commitment fee" sebesar 20 persen, manipulasi laporan pengadaan sebesar 5 persen sehingga nilai riil bangunan kurang dari 50 persen.

Baca Juga: Lewat September, Realisasi Capaian PBB Temanggung Baru 88 Persen

"Kenapa jembatan atau bangunan yang roboh dan lainnya, setelah saya berbicara dengan kontraktor-kontraktor ya karena banyakan potongan sehingga kualitas bangunan pemerintah tidak yang terbaik, sedangkan bila sumber dana dari swasta atau konsultan pengawas berasal dari luar negeri maka kualitas bangunan bisa maksimal," ungkap Pahala.

Dengan nilai riil bangunan hanya 50 persen dari kontrak pengadaan, menurut Pahala, menyebabkan banyak inefisiensi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Widyo Suprayogi

Sumber: Antara

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X