Artinya, asumsinya telah dinaikkan 58,7 persen dan pada saat yang sama jumlah kuota solar juga telah dinaikkan menjadi 17,44 KL atau naik 15 persen.
Sementara kuota Pertalite dinaikkan menjadi 29,7 juta KL atau naik 26 persen.
Dengan kenaikan tersebut, jumlah anggaran subsidi energi kemudian berubah menjadi Rp208,9 triliun atau naik 74,9 triliun.
Anehnya, kata Fadli Zon, jumlah anggaran kompensasi energi justru meroket tajam. Naik dari sebelumnya yang sebesar Rp18,5 triliun pada APBN 2022 menjadi Rp216, 1 triliun, atau naik hampir 12 kali lipat. Atau, tepatnya naik sebesar 1.068 persen.
“Kenaikan ini jelas tidak proporsional dengan besaran kenaikan komponen-komponen anggaran sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya,” kata Fadli Zon.
Dia pun mempertanyakan, bagaimana bisa anggaran kompensasi energi naik hingga 12 kali lipat, atau lebih dari 1000 persen, sementara harga BBM hanya naik 58,7 persen?
Dan, kuota solar hanya naik 15 persen, serta kuota pertalite hanya naik 26 persen?
Menurut Fadli Zon, kenaikan anggaran kompensasi energi yang tidak masuk akal itulah yang melahirkan angka Rp502,1 triliun yang disebut oleh Presiden dan Menteri Keuangan.
Dengan berbagai catatan itu, Fadli Zon menilai sangat aneh jika pemerintah membuat narasi seolah subsidi energi telah membuat APBN jebol.
Bahkan, kemudian memaksakan kenaikan harga BBM di tengah turunnya harga minyak dunia. *