HARIAN MERAPI - Polda Metro Jaya melanjutkan kasus dugaan kebocoran data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada perkara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menaikkan ke tahap penyidikan karena ditemukan unsur peristiwa pidana dalam perkara tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengatakan, dinaikkannya perkara ke tahap penyidikan adalah tindak lanjut dari banyaknya laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya.
"Jadi begini ya dalam sebuah penanganan laporan tentang dugaan perbuatan pidana kami wajib menindaklanjuti semua bentuk laporan," kata Karyoto yang dilansir dari Antara di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Menurutnya, ada keyakinan penyidik yang telah menemukan adanya peristiwa pidana.
"Dari laporan kalau tidak salah lebih dari sepuluh laporan tentang kebocoran informasi di ESDM. Yang saat itu saya masih menjabat deputi di situ sehingga saya sedikit banyak tahu tentang itu," jelasnya.
Namun demikian, dalam perkara ini penyidik Polda Metro Jaya belum menetapkan adanya tersangka. Meskipun kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan usai ditingkatkan dari penyelidikan.
Sebelumnya kabar kasus kebocoran data Kementerian ESDM telah naik penyidikan, sempat disampaikan Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Baca Juga: MK perpanjang jabatan pimpinan KPK, Menkopolhukam masih lakukan pengkajian, begini komentar Jokowi
Laporan dari LP3HI juga melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri terkait dugaan kebocoran data KPK atas tindak pidana korupsi di Kementerian ESDM.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro Jaya terkait dugaan Tindak Pidana Kejahatan Keterbatasan Informasi Publik UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 Dan Atau Pasal 112 KUHP.
Menurut Kapolda, terdapat perbedaan pola penanganan perkara di wilayah Polda Metro Jaya dengan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kebocoran dokumen dugaan korupsi ESDM.
"Antara yang dilakukan Dewas dengan kami itu jauh sangat berbeda. Karena di sana tentang kode etik ya, patut atau tidak patut. Namun sebenarnya secara esensial harusnya sama," sambungnya.
Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri bantah tidak independen dalam menjalankan tugasnya
Karyoto juga telah bertemu dengan Ketua Dewas KPK untuk mendiskusikan mengenai kasus kebocoran dokumen tersebut, kemudian menjelaskan perbedaan pola penanganan kasusnya.
"Bahkan kemarin saya sempat bertemu dengan Ketua Dewas. Kami diskusi-diskusi saja, saya mengatakan temuan kami seperti ini Pak', Dewas bilang 'temuan kami seperti ini'. Kami tidak bisa memaksa, karena sifatnya di sana sukarela. Kalau di kami kan ada teknik-teknik untuk mencari yang namanya dokumen, yang namanya berkaitan dengan alat bukti. Kami cocokan dengan kejadiannya," ucapnya.
Karyoto menyebut bahwa dia memahami kasus kebocoran dokumen tersebut saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
"Karena saya tahu persis perkara itu, saya enggak akan cerita di sini ya. Saya tahu persis perkara itu, bahkan kalau boleh dibilang yang sedang menyelidiki adalah saya," jelasnya.
Baca Juga: Windy Idol diperiksa KPK terkait dugaan aliran uang kasus suap MA, begini pengakuannya
Sebelumnya, Dewas KPK memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus dugaan kebocoran surat perintah penyelidikan (sprinlidik) kasus korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM ke sidang etik.
"Yang menyatakan Saudara Firli Bahuri (Ketua KPK) melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (19/6/2023), seperti dikutip dari Antara.