sleman

Pangsa Pasar Lesu, Pengrajin Cor Kuningan Ngawen Godean Sleman Tetap Pertahankan Kualitas

Jumat, 5 Desember 2025 | 07:30 WIB
Pengrajin cor kuningan di Padukuhan Ngawen, sedang menyelesaikan klinting pesanan konsumen. (Foto: Awan Turseno)

HARIAN MERAPI - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia menyisakan kepedihan tersendiri bagi sentra kerajinan cor kuningan di Padukuhan Ngawen, Kalurahan Sidokarto, Godean, Sleman. Industri rumahan yang lebih utama membuat klinting atau lonceng kecil berbahan dasar kuningan.

Produk ini biasanya dipakai sebagai asesoris beberapa kesenian tradisional seperti jathilan (kuda lumping), gedruk maupun topeng maupun beberapa kesenian daerah lain. Namun, saat pandemi Covid-19 kesenian daerah tersebut tidak dapat tampil, sehingga mereka tidak membutuhkan klinting.

Dampaknya, pengrajin cor kuningan di Padukuhan Ngawen, sebagian besar mulai beralih profesi untuk mencari nafkah dengan membuka usaha lain maupun mencari kerja. Dunia cor kuningan mulai ditinggalkan bahkan terlupakan.  

Baca Juga: Persaingan Semakin Ketat, Pengrajin Blangkon Dusun Beji Sleman Membutuhkan Hak Paten

"Dulu jumlah pengrajinnya ada puluhan orang. Sekarang tinggal sedikit yang bertahan, sekitar 6 orang saja," kata Mulyadi kepada awak media pada acara presstour yang dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sleman, Sabtu (29/11/2025).

Mulyadi (60), sendiri memulai usahanya sejak tahun 1988, melanjutkan jejak kakek dan ayahnya yang dulu juga berkecimpung di dunia cor kuningan. Kerajinan cor kuningan di Ngawen cukup tersohor hingga ke wilayah luar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sentra kerajinan ini memang sudah menjadi tradisi turun-temurun, berawal dari inisiatif warga untuk mencari kesibukan agar tidak menganggur. Dulu, sentra ini pernah menjadi tumpuan hidup banyak keluarga.

Baca Juga: Jadi Ujung Tombak Penjualan, Owner Dawet Kemayu Semangati UMKM Yogya untuk Rajin Ngonten

Mulyadi mengenang, masa keemasan kerajinan kuningan Ngawen terjadi sekitar tahun 2000-an. Saat itu, permintaan akan produk utama yaitu klinting untuk asesoris kesenian tradisional seperti jathilan, gedruk dan topeng yang sangat diminati masyarakat.

"Ya awal tahun 2000-an itu jayanya, sebelum pandemi Covid-19 merajalela yang melumpuhkan seluruh sektor terutama perekonomian. Saat itu banyak pesanan yang masuk," katanya.

Untuk bertahan di tengah kelesuan pasar, Mulyadi kini sangat mengandalkan penjualan online. "Sekarang online. Kalau dulu kan mengandalkan pengepul, sekarang sudah tidak ada pengepul lagi," jelasnya.

Baca Juga: Ciptakan Nilai Tambah dari Limbah Kayu, UMKM Kerajinan Lokal Cianjur Ini Raih Peluang di Pasar Internasional Berkat Pemberdayaan BRI

Salah satu perajin kuningan yang juga membuat klinting adalah Ika Andrianti (43). Menurutnya, klinting dari Ngawen tetap diolah secara manual, dengan keseriusan menjaga keaslian bahan. Bahan dasar kuningan murni, melalui proses pengecoran tradisional sehingga klinting dapat menghasilkan suara nyaring dan tahan lama.

"Kalau murni kuningan itu awet, berbeda apabila banyak campuran akan mudah patah dan rusak," terangnya.

Ia menegaskan bahwa kualitas dan keuletan tangan menjadi pembeda utama antara klinting Ngawen dengan produk massal atau pabrikan dengan bahan dasar campuran. Bahkan, saat bubut dan pembersihan akhir dilakukan dengan seksama, klinting ini dibuat dengan kuningan, campuran logam lain hanya sedikit.

Halaman:

Tags

Terkini