HARIAN MERAPI - Kasus keracunan massal akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG) tengah ramai menuai sorotan publik hingga Kamis, 26 September 2025.
Tercatat, jumlah korban yang menembus lebih dari 5.000 siswa di berbagai daerah, membuat status Kejadian Luar Biasa (KLB) ditetapkan oleh berbagai otoritas kesehatan setempat.
Ironisnya, ribuan siswa jatuh sakit usai menyantap makanan yang sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan gizi mereka.
Baca Juga: Pengusaha Kapal Ikan Sadeng Bongkar Dugaan Praktik Monopoli BBM Nelayan
Di lapangan, bukan hanya korban yang mengkhawatirkan. Program MBG yang awalnya diharapkan bisa menjadi solusi perbaikan gizi, justru menimbulkan efek domino terhadap keberadaan kantin sekolah.
Sejumlah pihak menilai, dapur besar yang memasok MBG kini membuat kantin sepi, bahkan sebagian terancam gulung tikar karena siswa kini lebih diarahkan mengonsumsi makanan gratis.
Di sisi lain, kritik terhadap pola distribusi makanan MBG semakin tajam. Sejumlah daerah mengakui makanan dimasak sejak malam hari dan baru sampai ke tangan siswa pada siang keesokan harinya.
Alur panjang ini membuka celah besar bagi pertumbuhan bakteri, terlebih jika standar operasional prosedur (SOP) tidak dijalankan dengan ketat.
Kondisi tersebut mengundang sorotan para ahli. Salah satunya datang dari Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) yang mengingatkan agar pemerintah tidak menutup mata terhadap aspek keamanan pangan.
dr Piprim menilai, kantin sekolah justru bisa menjadi solusi realistis agar makanan lebih segar dan aman dikonsumsi.
“Jadi memang sebetulnya kalau idealnya nih kenapa nggak menghidupkan kantin-kantin sekolah yang sudah ada. Jadi ini tentu akan praktis makanannya bisa masih hangat pada saat siang hari,” kata dr. Piprim dalam webinar resmi IDAI, pada Kamis, 25 September 2025.
Lantas, bagaimana pihak ahli kesehatan melihat fenomena kasus keracunan massal yang terjadi baru-baru ini? Berikut ulasan selengkapnya.