nusantara

Kasus pembunuhan jurnalis Kalsel, LPSK: Ada indikasi unsur tindak pidana kekerasan seksual

Senin, 21 April 2025 | 14:45 WIB
LPSK melakukan investigasi lapangan terkait kasus dugaan pembunuhan jurnalis perempuan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Investigasi dilakukan pada Kamis (17/4/2025) dan Jumat (18/4/2025). (ANTARA/HO-LPSK RI)

HARIAN MERAPI - Kasus pembunuhan jurnalis perempuan, Juwita (23), di Banjarbaru, Kalimantan Selatan oleh oknum TNI Angkatan Laut, Kelasi Satu Jumran terus semakin benderang.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan indikasi adanya unsur tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dalam kasus dugaan pembunuhan tersebut.

Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan indikasi tersebut diduga terjadi sebelum pembunuhan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a dan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS, hal ini dapat memperberat hukuman bagi pelaku.

“Kami mendorong agar dugaan adanya kekerasan seksual juga diproses sesuai hukum yang berlaku. Jika ditemukan bukti baru, kami berharap penyidik dan aparat terkait bersedia membuka penyelidikan lanjutan,” kata Suparyati dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin (21/4/2025).

Baca Juga: Inilah daftar sembilan pangan olahan yang mengandung unsur babi

Indikasi unsur TPKS tersebut ditemukan LPSK setelah melakukan investigasi lapangan pada 17–18 April 2025. Langkah ini dilakukan untuk memastikan hak-hak saksi dan keluarga korban terpenuhi serta mendalami perkembangan proses hukum.

Saat investigasi dimaksud, LPSK menemui keluarga korban, saksi, penyidik polisi militer, oditur militer, hingga mengunjungi lokasi kejadian dan pihak-pihak terkait, termasuk perusahaan rental mobil yang kendaraannya digunakan oleh pelaku.

Suparyati menjelaskan, LPSK telah menyampaikan kepada keluarga korban bahwa mereka memiliki hak atas fasilitas restitusi sebagai bagian dari pemulihan atas kejahatan yang dialami.

“Kami juga menyampaikan kepada keluarga korban, haknya berkaitan dengan fasilitasi restitusi. Karena memang restitusi itu bagian dari hak yang sudah termaktub di dalam undang-undang,” katanya seperti dilansir Antara.

Baca Juga: Gelar RAT ke-22 KSPPS Pusat BTM Jawa Tengah usung tema 'Sinergi Kemitraan dan Penguatan Ekonomi Persyarikatan'

Selain itu, LPSK telah menyampaikan teknis pengajuan restitusi kepada oditur militer. LPSK juga mendorong agar permohonan tersebut menjadi bagian dari tuntutan hukum kepada pelaku.

“Kami minta supaya oditur juga membuka diri untuk bisa kami sampaikan restitusi tersebut masuk ke dalam bagian dari perkara persidangan, dan untuk diputuskan oleh Majelis Hakim,” imbuh Suparyati.

Menurut dia, restitusi merupakan bentuk ganti rugi yang dapat diberikan oleh pelaku, terpidana, atau pihak ketiga. Permohonan yang diajukan nantinya akan dibahas lebih lanjut dalam sidang internal LPSK.

Di samping itu, LPSK akan melakukan pendampingan selama proses persidangan kepada korban atau ahli waris dalam seluruh proses hukum. “Ketika ada persidangan nanti, saksi kami jemput, lalu kemudian kami fasilitasi pendampingan selama persidangan bersama kuasa hukum,” ujar Suparyati.

Baca Juga: Apa Itu USDT dan Apa Perbedaannya dengan USD?

Halaman:

Tags

Terkini