Salah satunya dengan menerapkan kebijakan feed-in tarif, dan pengaturan wilayah usaha (wilus) listrik, maka dapat memperkuat pasar energi terbarukan.
Selain itu juga untuk mempercepat pelaksanaan transisi energi, koordinasi lintas sektoral yang melibatkan lembaga strategis sangat penting.
3. Memperkuat institusi koordinasi untuk transisi energi
Pemerintah dapat melakukan penguatan Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Undang-Undang dan pembentukan satuan tugas koordinasi (Satgas) yang dipimpin oleh presiden atau wakil presiden untuk menjamin keterpaduan kebijakan.
Baca Juga: Mantan bendahara PMI Kota Yogya divonis empat tahun, berharap uang Rp 21,9 miliar dikembalikan
Hal itu seperti kelembagaan penanggulangan kemiskinan atau respons bencana yang sangat penting untuk memastikan bahwa semua pihak, terutama masyarakat rentan dan tenaga kerja,
Masyarakat juga akan mendapat manfaat dari transisi energi yang berkeadilan, regulasi pendukung seperti RUU EBET yang harus segera diterapkan.
Pengembangan tata kelola dan kelembagaan seperti tata kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK), sebagai bagian upaya dekarbonisasi sektor energi perlu menjadi perhatian pemerintah.
Terkhusus, perluasan implementasi NEK di luar sektor ketenagalistrikan, seperti sektor industri dan subsektor transportasi.
4. Standar lingkungan dan dampak sosial dalam transisi energi
Rencana pemanfaatan industri ekstraktif dan hilirisasi mineral kritis untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan transisi energi yang berkeadilan harus
Berlandaskan standar lingkungan yang tinggi agar dalam perjalanannya tidak merusak ekosistem lingkungan.
Baca Juga: Dalam penjaringan perangkat desa 2024, soal pengisian Perdes Pati, peluang menggugat sangat tipis
Selain itu, strategi transisi energi harus mempertimbangkan aspek-aspek dari lensa sosial seperti, human capital, Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), dan mitigasi potensi dampak negatif bagi masyarakat lokal. *