HARIAN MERAPI - Penyembelihan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha di berbagai daerah, juga dibarengi dengan tradisi masing-masing yang sarat dengan nilai.
Seperti halnya di Desa Krueng Batee, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, masyarakat menyelimuti dan menudungi hewan kurban dengan kain kafan saat penyembelihan.
Dan juga menyedekahkan beragam perlengkapan mandi hingga payung ke petugas masjid, yang dimasukkan dalam nampan.
Baca Juga: Jedink pameran tunggal bertajuk 1001 Wajah, Bupati Sleman: Bagian dari melestarikan seni dan budaya
“Ini memang sudah turun temurun dari zaman ke zaman yang dilakukan orang tua kita dulu, bagi mereka yang mampu saja, bukan suatu keharusan,” kata Iman Meunasah Desa Krueng Batee, Tgk Salmi di Aceh Barat Daya, Minggu (2/7/2023).
Di daerah itu, hewan ternak sapi, domba dan kambing dipayungi dan diselimuti dengan kain kafan saat boyong ke tempat penyembelihan, yakni meunasah atau masjid kecil.
Sebelum itu, hewan kurban tersebut juga telah dimandikan pakai sabun hingga bersih, dan juga dilakukan tradisi peusijuek di rumah pemiliknya.
Kain putih yang menyelimuti hewan tersebut memiliki empat. Masing-masing segi telah diikat uang yang merupakan sedekah sang pemilik hewan untuk petugas penyembelihan.
Pemilik ternak juga menyediakan beragam perlengkapan yang diisi dalam nampan, diserahkan berbarengan dengan hewan kurban. Beberapa di antaranya seperti sikat gigi, sabun, odol, cermin, gunting, kain sarung, mukena, baju, payung dan beberapa lainnya.
Baca Juga: Pemerintah sedang menyiapkan stadion Piala Dunia U-17, bagaimana dengan JIS?
Lalu, nampan tersebut disedekahkan kepada petugas penyembelihan, kemudian isinya dibagikan ke pengurus di lingkungan masjid, ketika proses penyembelihan selesai.
Menurut Tgk Salmi, tidak semua masyarakat yang berkurban harus menyelimuti hewan dengan kain kafan atau menyediakan perlengkapan lainnya dalam nampan. Hal ini hanya tradisi turun temurun, yang dilakukan sesuai dengan keikhlasan pemilik hewan, bila memiliki kemampuan.
“Ada juga yang hanya memberi kue saja, atau bahkan tidak mengisi sama sekali, juga tidak masalah. Karena (tradisi) ini bukan sesuatu yang sunnah dilakukan, apalagi wajib sudah pasti bukan, jadi tidak dianjurkan dalam agama,” ujarnya.
Menurut Tgk Salmi, kebiasaan ini tidak diperintahkan dalam hukum islam. Begitu juga dalam adat atau budaya Aceh, hanya saja suatu kebiasaan masyarakat dari zaman dulu, sehingga tetap dilestarikan hingga sekarang.
Baca Juga: 24 pantai di Bali berpotensi terjadi rob pada 5-8 Juli, berikut rinciannya menurut BMKG