Pelajaran untuk RUU Perampasan Aset, Presiden dan DPR Diminta Cermati Gugatan Soal Perpu PUPN di MK

photo author
- Selasa, 17 Juni 2025 | 12:50 WIB
Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho (Foto: Dok. Istimewa)
Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho (Foto: Dok. Istimewa)

“Begitu pula bila benar terjadi pemindahan dana ke rekening bank yang diduga bukan milik pihak yang ditagih, ini memperlihatkan urgensi pembenahan sistem hukum kita sebelum RUU Perampasan Aset disahkan,” sambungnya.

Meski tidak menilai isi gugatan, Hardjuno menekankan bahwa negara membutuhkan instrumen hukum yang kuat untuk menyita aset hasil kejahatan. Namun hal itu tidak boleh mengorbankan prinsip keadilan dan akuntabilitas yudisial.

Baca Juga: Israel tetap nekat serang Iran, begini reaksi negara-negara Arab dan Muslim

“RUU Perampasan Aset harus menjamin due process, perlindungan bagi pihak ketiga, serta mekanisme keberatan dan pembuktian terbuka. Jika tidak, kekuasaan bisa kehilangan akal sehatnya,” ungkapnya.

Hardjuno sebelumnya dikenal sebagai salah satu tokoh yang mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset dengan menekankan pentingnya mekanisme hukum yang transparan dan tunduk pada pengawasan peradilan.

Karenanya, Hardjuno berharap sidang lanjutan MK hingga putusan menjadi momentum evaluatif nasional.

Baca Juga: BRI luncurkan program Fellowship Journalism 2025, bukti kepedulian terhadap insan pers yang berkualitas, 45 wartawan terima beasiswa pascasarjana

“Bukan soal siapa yang menang di MK. Tapi ini menjadi momentum penting bagi Pemerintah dan DPR, agar mengevaluasi kembali materi dalam RUU Perampasan Aset yang dapat mengedepankan kepastian dan keadilan hukum itu sendiri," jelasnya.

Inti Gugatan Pemilik Bank Centris ke MK

Gugatan yang diajukan oleh Andri Tedjadharma, pemilik Bank Centris Internasional, ke MK menyasar konstitusionalitas Undang-Undang PUPN, produk hukum warisan tahun 1960 yang masih digunakan pemerintah dalam menagih piutang negara.

Menurut Andri, beberapa pasal dalam UU tersebut membuka celah bagi pemerintah untuk melakukan penagihan secara sepihak dan tanpa proses hukum yang adil, melanggar prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak warga negara sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.

Baca Juga: Sekolah swasta gratis tak mungkin digelar tahun ini, begini alasan dari Pemerintah

Dalam sidang MK, terungkap sejumlah persoalan mendasar yang menjadi inti gugatan Andri:
Pertama, salinan keputusan MA yang menjadi dasar negara menetapkan Andri sebagai penanggung utang senilai Rp4,5 triliun diduga tidak sah.

Panitera Muda MA secara resmi menyatakan bahwa permohonan kasasi yang seharusnya melandasi putusan tersebut tidak pernah diterima atau diregistrasi.

Bahkan, Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan menyebut temuan ini sebagai “agak misteri”, karena mencerminkan kekacauan administratif di tingkat peradilan tertinggi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ada jaksa yang ditangkap dalam OTT KPK di Banten

Kamis, 18 Desember 2025 | 15:15 WIB
X