HARIAN MERAPI - Harapan terwujudnya perdamaian di Gaza hampir mendekati kenyataan menyusul disepakatinya gencatan senjata antara Israel dengan Hamas.
Sayangnya, ada upaya pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu untuk mengulur-ulur waktu implementasi gencatan senjata tersebut.
Kekhawatiran tersebut disampaikan petinggi Hamas, Sami Abu Zuhri, merespons tuduhan kantor pejabat Netanyahu sebelumnya bahwa Hamas "mengingkari" poin-poin persetujuan yang telah disepakati dengan mediator dan berupaya mendapatkan konsesi-konsesi baru.
Atas tuduhan itu, Netanyahu menyatakan bahwa pihaknya tak akan menggelar rapat kabinet untuk menyepakati isi persetujuan gencatan senjata hingga pihak mediator memastikan Hamas menyetujui semua rincian kesepakatan itu.
"Pernyataan tersebut sama sekali tak berdasar dan menunjukkan upaya Israel memperlambat implementasi kesepakatan gencatan senjata," kata Abu Zuhri.
Pada Rabu (15/1), Hamas dan Israel, melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, berhasil menyepakati gencatan senjata selama 42 hari dan menyatakan maksud untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza.
Agresi Israel ke Jalur Gaza yang sudah terjadi selama lebih dari 15 bulan ini telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina serta memicu ketegangan di Lebanon dan Yaman dan saling tembak rudal antara Israel dan Iran.
Baca Juga: Robinson Saalino, Mafia Tanah Kas Desa Wedomartani Divonis 8 Tahun Penjara
Menurut kesepakatan itu, tahap pertama gencatan senjata akan meliputi pertukaran sebagian tahanan, penarikan mundur pasukan Israel hingga titik-titik perbatasan Gaza, dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang melimpah.
Sementara, tahap kedua dan ketiga gencatan senjata disebut masih belum ditetapkan.
Kesepakatan tersebut juga memberi mandat kepada negara penjamin gencatan senjata, yaitu Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, untuk mendirikan suatu pusat koordinasi di Kairo.*