HARIAN MERAPI - Pengobatan parkinson kini makin canggih, yakni dengan memasang cip di otak pasien.
Dengan metode tersebut, gejala-gejala yang dialami pasien menjadi lebih baik.
Demikian disampaikan neurolog lulusan program doktoral Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Dr dr Rocksy Fransisca V Situmeang Sp.S saat ditemui usai mengisi seminar tentang sklerosis multipel di Jakarta, Selasa.
Baca Juga: Salatiga Kota Toleran 7 kali, FKUB Cianjur berkunjung ke Salatiga belajar merajut kerukunan beragama
Ia menjelaskan ada pengobatan penuaan saraf di otak (parkinson) yang canggih, yaitu otak pasien ditanam cip.
"Pemasangan cip tadi dengan operasi Deep Brain Stimulation (DBS), kami menstimulasi area-area otak untuk menormalkan lagi produksi dopamin, sehingga gejala-gejala yang dirasakan pasien parkinson menjadi lebih baik," kata Rocksy.
Rocksy menambahkan, cip yang dipasang sangat halus, sehalus rambut manusia. Cip itu mengalirkan listrik dengan voltase yang bisa diprogram, berapa ampere, berapa volt dan berapa kecepatan pulse yang dibutuhkan untuk menstimulasi produksi dopamin di area otak yang sebelumnya kurang produktif pada pasien parkinson. Dan pemrograman sudah diatur sebelum penanaman cip tersebut.
Baca Juga: Pengamat UGM: Pekerja Perlu Kejelasan Sebelum Implementasi Aturan Tapera
"Setelah ditanam, cip-nya sebenarnya tidak perlu dikeluarkan. Kecuali ada masalah ya, misalnya ada infeksi atau ada kabelnya yang putus, kalau itu baru kami keluarkan. Tapi kalau aman-aman saja, enggak perlu dikeluarkan," kata Rocksy.
Stimulasi dari DBS diyakini dapat memperbaiki gejala pada pasien parkinson. Misalnya, jika pasien harus meminum obat sampai 10 butir supaya bisa berjalan, maka dengan DBS, obatnya bisa dikurangi menjadi tiga butir.
Jika pasien sebelumnya mengalami tremor hebat, maka dengan operasi tersebut, tremor-nya berkurang. Ataupun pasien dengan gangguan gerak tubuh, maka dengan DBS dapat menjadi lebih aktif atau berkurang gangguannya, ujarnya.
Dokter spesialis saraf di RS Siloam Kebon Jeruk dr Frandy Susatia, Sp.S, RVT mengatakan DBS dilakukan pada tahap awal saat seseorang menderita parkinson agar penyakit tersebut tidak bertambah parah.
Baca Juga: Guru Besar Pertama UMBY, Prof Dwiyati Berhasil Menjadi Dosen Terbaik 1 Bidang Pertanian Tingkat LLDikti Wilayah V
"Jika DBS dilakukan pada pasien tingkat lanjut parkinson, terdapat risiko tinggi dalam operasi, kualitas hidup pasien juga sudah menurun (tidak bisa bergerak, tidak bisa menelan),” tambah dr Frandy kepada ANTARA pada Jumat (17/5) lalu.
Ia menjelaskan, ada tiga tujuan DBS antara lain mengurangi komplikasi motorik, mengurangi dosis obat yang dikonsumsi, dan mengatasi tremor.
Pada umumnya, perawatan parkinson memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan kerja sama antara dokter, terapis fisik, terapis okupasi, serta tim medis yang komprehensif.
Setiap pasien parkinson memiliki kebutuhan khusus, sehingga penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang memiliki spesialisasi pengobatan parkinson untuk menentukan strategi pengobatan terbaik sesuai kondisi dan kebutuhan pasien.
Baca Juga: Pemkab Bantul Luncurkan SPT PBB Elektronik, Wabup Berharap Perolehan Pajak Lebihi Target