Dengan hati yang sedih dan perasaan galau ia menggelar tikar di bawah pohon sukun growong itu. Kemudian ia duduk bersila. Air matanya bercucuran membasahi pipinya. Sebentar-sebentar terdendar suara tangisnya.
Iapun menghadap pada pohon sukun yang growong itu. Waktu itu bulan purnama. Disertai dengan desiran angin malam dan suara jengkerik yang mendering dering dengan air mata yang berlinang.
Baca Juga: Mancing Tengah Malam Ketemu Gendruwo
Ia berdoa kepada Sang Pemberi hidup : “Ya Gusti Pemberi hidup kasihilah diri saya ini berilah saya pasangan hidup dan mohon angkatlah saya menjadi manusia yang berkecukupan hanya kepadaMulah aku meminta. Amin."
Selesai berdoa ia tidak segera pulang bahkan tiduran di bawah pohon sukun growong itu. Pukul 24.00 WIB ia melihat sinar putih yang keluar dari lubang (growongan) pohon sukun. Sinar itu pas mengenai mata Jumilah. Makin lama sinar itu perlahan lahan berubah menjadi warna kuning akhirnya menjadi warna abu-abu lalu menghilang.
Hilangnya sinar tersebut disusul dengan munculnya suara dari growongan pohon sukun itu. Suara itu mirip suara ayahnya : “Nduk jangan kuatir meskipun kamu sendirian. Petiklah buah sukun itu sebanyak 17 buah dan juallah ke pasar, pulang dari pasar siramlah pohon sukun itu dengan air bunga”.
Suara itu kemudian menghilang dari pendengaran Jumilah.
Baca Juga: Pria Jomblo Dikerjain Makhluk Cantik
Jumilah akhirnya terkejut mendengar suara itu. Iapun berpikir suara yang terdendar itu suara ayahnya sedangkan ayahnya telah meninggal dunia 6 bulan yang lalu. Namun hal itu tidak jadi masalah yang pokok ia akan melaksanakan perintah suara tersebut.
Jam 01.00 WIB (dinihari) iapun pulang dengan penuh tanda tanya memikirkan apa yang baru terjadi itu. Sampai rumah ia lalu tidur. Memang ia tidurnya tidak bisa pulas mengingat masih banyak problem yang dihadapinya.
Pagi harinya ia minta tolong tetangganya untuk memetik buah sukun seperti yang diminta oleh suara yang ia dengar waktu berdoa dibawah pohon sukun. (Dikisahkan: Drs. Subagya)