Sunan Kudus menceritakan kesalahan besar yang pernah dilakukan Sunan Prawoto bahwa ia telah membunuh ayah Arya Penangsang ketika masih kanak-kanak. Sehingga apa yang dilakukan Arya Penangsang merupakan bukti cinta kepada ayahnya. Ia membalas dendam atas kematian ayahnya sebagai baktinya sebagai seorang anak.
MENDENGAR hal tersebut Ratu Kalinyamat sangat kecewa Sunan Kudus rupanya berpihak kepada Arya Penangsang. Ia dan suaminya pun memutuskan untuk kembali ke Jepara dengan penuh kekecewaan.
Tak disangka di tengah jalan Ratu Kalinyamat diserang oleh anak buah Arya Penangsang. Kejadian tersebut menewaskan Pangeran Kalinyamat. Sebelum tewas ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga. Penduduk sekitar kemudian menyebut daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat dengan sebutan desa Prambatan.
Baca Juga: Disetrum Penunggu Gedung Tua
Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dengan menggendong jenazah suaminya. Hingga tiba di sebuah sungai darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu. Penduduk setempat pun menyebutnya dengan nama Kaliwungu.
Ia pun meneruskan perjalananaya ke arah barat kemudian melewati Pringtulis. Ratu Kalinyamat begitu kelelahan ia berjalan sempoyongan (moyang-moyong) tempat tersebut sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, kemudian melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan. Tak lama ia pun memutuskan untuk bertapa di Gunung Danaraja dengan melaksanakan topo wudo.
Topo wudo dimaksudkan bertapa dengan melepaskan semua atribut singgasananya sebagai ratu. Ratu Kalinyamat lalu memutuskan meninggalkan singgasana keratonnya. Ia pun berpakaian layaknya warga biasa dengan penampilan rambutnya yang menjuntai ke bawah.
Baca Juga: Pria Jomblo Dikerjain Makhluk Cantik
Saat bertapa Nyai Kalinyamat memohon pertolongan dari Tuhan agar bisa melampiaskan dendam kesumatnya. Sang ratu pun bersumpah tidak akan menghentikan laku tapanya jika belum bisa keramas dengan darah Arya Penangsang.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara. Barang siapa bisa menumpas Adipati Jipang Panolan Arya Penangsang, maka akan mendapatkan hadiah bumi perdikan Mentaok dan Pati Pasantenan. Para pendekar pajang pun sangat antusias mengikuti sayembara tersebut.
“Sebaiknya kita turut serta dalam sayembara tersebut” ucap Ki Juru Martani.
“Aku tidak mampu menandingi kesaktian Arya Penangsang.”
“Dia akan kita lawan bukan dengan kekuatan, aku akan mendampingi kalian.”
Baca Juga: Naik Motor dari Sigi ke Palu untuk Bantu Makanan Warga yang Isoman
Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi pun menyetujui ajakan Ki Juru Martani. Hal tersebut disepakati lantaran Ki Juru Martani akan mengatur siasat untuk memenangkan pertarungan. Ia pun mengajak Danang Sutawijaya untuk melancarkan aksinya.
“Ayah, izinkan hamba ikut serta dalam sayembara membunuh Arya Penangsang.”
“Jika tekadmu sudah bulat, doaku menyertai setiap langkah kakimu.”
“Baik ayah, hamba akan kembali dengan membawa kemenangan.” (Ditulis: Iis Suwartini UAD)