Angga bilang ke pada Kirun : “Mari besuk Minggu kita tawu Run”.
Kirun pun bertanya : “Tawu dimana Ngga?”
“Itu di Gayam Dengklok banyak sekali lelenya”, jawab Angga.
Anak tiga bersepakat hari Minggu akan tawu.
Maka dipersiapkan alat-alat untuk tawu seperti cangkul, sabit, ember, kepis, jaring dan sebagainya.
Hari Minggu telah tiba berangkatlah mereka menuju Gayam Dengklok.
Dikatakan gayam dengklok karena pohon gayan itu tidak lurus tetapi bengkok (dengklok).
Di bawah pohon itu ada lubuk banyak sekali lelenya.
Setelah tiba di tempat itu ketiganya membendung aliran air yang menuju lubuk tersebut.
Air dialirkan lewat pinggiran (tepi) sungai. Jadi lubuk tidak terlewati air (terairi air).
Kemudian air lubuk mulai dikuras (ditawu) oleh Angga, Bajuri dan Kirun.
Lebih kurang 30 menit air lubuk sudah hampir habis.
Ikan-ikannya mulai tampak dan bergerak gerak dalam bahasa Jawa sering disebut “pating klopak”. (Seperti dikisahkan Drs. Subagya di Koran Merapi) *