Tapi kalau si pemakai ternyata orang pemberang dan tak menghargai sesama, mana mungkin akik kecubung kasihan punya daya.
Pagi itu, Pasar Suruh ramai sekali. Pun di konter-konter akik.
Pak Bunder (bukan nama sebenarnya) yang kerjanya jadi pedagang bakso dorong suka mangkal di depan los para penjual akik.
Awalnya, Pak Bunder menyikapi biasa-biasa atas fenomena akik yang laris manis kala itu.
Tapi akhirnya, hatinya luluh juga untuk ikut-ikutan mencermati keindahan batu akik yang dijual di situ.
Tergerak oleh hatinya yang ngebet untuk memakai akik menarik, Pak Bunder membeli satu cincin akik berwarna hijau lumut.
Pak Bunder tak peduli nama akik itu. Hanya suka warna dan embannya yang menarik saja.
Akik lalu dipakai saat itu juga. Apa yang terjadi kemudian?
Entah dari mana datangnya, datang serombongan orang merubung gerobak baksonya.
Hanya dalam tempo singkat baksonya laris manis.
Setelah rombongan itu hengkang, ada lagi beberapa orang pembeli datang. Pak Bunder merasa bersukacita.
“Nasib mujur ini, apakah karena saya memakai cincin akik ini, ya…?” pikirnya.
Tidak seperti biasanya, hari belum terlalu sore, Pak Bunder sudah pulang kandang.