Saat didatangi, ia melihat anak muda yang mengigau di pinggiran makam.
Asmad menjelaskan, saat itu dirinya sedang menunggu temannya. Karena lelah, ia memutuskan bersandar di saung.
Di saung itu, duduk dua perempuan cantik. Mereka merayunya agar istirahat sejenak.
Dengan suara lembutnya, wanita itu berkata, "Malam sunyi kusendiri, duduk sepi. Kubiarkan rambutku terurai."
"Menanti kekasihku yang belum mati. Kapan mati kekasihku? Kumenantimu di sini. Ayo mati, biar kita berjumpa lagi. Seperti dulu."
Sementara wanita satunya menyiapkan makanan.
"Setelah itu aku tidak sadar lagi. Begitu kira-kira, Kek," ujar Asmad.
Tiba-tiba, kakek itu menyeret jasad manusia. Asmad semakin bingung. Asmad berdiri mematung, jantungnya berdetak cepat, dan berkeringat dingin.
Jasad itu terlihat pucat, matanya melotot, serta tubuh dipenuhi lalat dan belatung. Bau busuk bercampur anyir menusuk hidung pemuda itu. Ia tak percaya mereka telah tiada.
Sang kakek pun menenangkan Asmad. Perasaan Asmad yang beku dalam duka akhirnya sembuh.
Dan sekejap kemudian kakek itu sudah tidak ada, begitu pun kedua temannya. Asmad tertegun, ia mundur beberapa langkah sebelum akhirnya terbangun.
"Aliq ... Fajar!" Ia tersadar di atas ranjang dalam keadaan terbungkus kafan.
Dan dari kursi rumahnya, duduk seorang wanita mengenakan gaun bercak-bercak merah. Rambutnya terurai dan menyebar hampir memenuhi ruangan.