PAWELING adalah istilah bahasa Jawa yang berarti peringatan atau pertanda. Pertanda akan terjadi suatu kesialan bisa dilihat dari tanda-tanda alam atau kepercayaan masyarakat tentang mitos. Seperti masyarakat di sebuah dusun di Bantul, mereka mempunyai keyakinan jika ular weling yang tinggal di belik keramat (mata air) keluar sarang, maka itu pertanda akan ada kesialan di dusun tersebut.
Seperti kejadian pada malam takbiran beberapa tahun silam. Sore itu suara takbir sudah menggema di seluruh penjuru desa. Hari itu terakhir puasa Ramadhan. Sudah jadi tradisi untuk menyambut hari raya seluruh warga berkumpul di masjid takbiran dan bermunajat bersama.
Sebagai remaja masjid yang aktif dan banyak ide, Paijo mempunyai keinginan mengajak anak-anak beserta orangtuanya takbir keliling kampung. Harapannya agar malam takbiran lebih berkesan dan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Baca Juga: Dukung Gerakan Vaksinasi Nasional, Kapolda dan Pangdam Kunjungi Kampus UIN Raden Mas Said Surakarta
"Le.. gak usah aneh-aneh. Setiap tahun kita takbiran di masjid. Gak perlu keliling. Lagian jalannya berbatu. Kasihan anak-anak kalau harus keliling desa," kata Ayah Paijo yang kebetulan Kaum di situ.
"Tidak apa-apa, Pak. Sekali-kali biar takbirannya lebih berkesan. Di dusun-dusun lain juga takbir keliling kok Pak," jawab Paijo.
"Kemarin Lik Tarjo melihat ular weling di belik keluar sarang. Biasanya itu pertanda buruk. Bapak khawatir terjadi apa-apa, Le". kata Ayah Paijo.
Baca Juga: Rumah Peneliti Wanagama UGM Kembali Dijadikan Selter Isolasi Pasien Covid-19 Bergejala Ringan
"Sudah, Pak. Ndak perlu khawatir. Kita ini sudah hidup di zaman modern. Jangan percaya mitos," jawab Paijo sambil mengisi oncor dengan minyak.
Keinginan Paijo memang tak bisa dilarang. Obor sudah terisi dengan minyak. Sesekali Paijo mencoba menyalakan obornya, mengecek bisa menyala atau tidak.
Sesuai undangan, ba'da Isya anak-anak berkumpul di depan masjid. Mereka berpakaian muslim sambil membawa obor dan lampion warna-warni. Dengan komando Paijo, anak-anak berjalan dan bertakbir di sepanjang jalan. Orang tua dari anak-anak itu juga ikut berkeliling. Alhasil masjid sepi, hanya ada Pak Kaum dan beberapa pengurus takmir maskjid.
Baca Juga: Lewat Keuntungan Produksi Kaos, Wartawan di Yogya Bantu Warga Terdampak Pandemi
Selama perjalanan Paijo merasa bangga melihat kegembiraan anak-anak. Namun saat rombongan takbir keliling melewati belik, mendadak suasana jadi mencekam dan panik. Anak paling belakang tiba-tiba menangis dan berteriak-teriak. Disusul anak di sampingnya menjerit-jerit.
Paijo segera berlari ke barisan belakang. Belum sampai anak yang ada di barisan paling depan juga berteriak, menangis meraung-raung. Susul menyusul anak-anak berteriak dan menjerit. Mereka kesurupan. Tidak hanya satu dua yang kesurupan. Hampir semua anak kesurupan. Paijo panik dan berteriak minta tolong.
Mendengar suara riuh, orang-ornag yang menunggu di masjid segera mendatangi rombongan. Satu per satu anak-anak ditenangkan Pak Kaum dibantu beberapa orang yang bisa menenangkan orang kesurupan. Setelah tenang, semua kembali ke masjid.