Namun Zul heran, baru beberapa menit duduk, kok sudah sampai tujuan. Ia bergegas mendekati kondektur dan bertanya padanya,
“Pak, aku tadi belum bayar ongkos bus, berapa pak?”
“Gak usah mas, gratis saja, hitung-hitung shadaqah buat santri baru yang akan mondok, sampaikan salamku saja buat Mbah Yai dan jangan lupa belajar yang sungguh-sungguh di sana,” kata kondektur.
“Begini saja, kau kasihkan karcis ini ke Mbah Yai, Insya Allah nanti dia tahu sendiri kok.”
Sesampainya di pondok, suasana ramai oleh para santri yang sedang berjalan-jalan dan juga ada yang nongkrong di warung.
Padahal sudah pukul satu lewat.
Zul pun masuk ke pondok, ketika melewati sebuah warung makan, melirik jam dinding, gandrik... jarum jam masih menunjukkan angka sembilan.
Sesuai pesan kondektur, karcis bus dihaturkan ke Mbah Yai saat sowan pertama kali.
Mbah Yai sempat terdiam sesaat. Kemudian Zul menceritakan semua pengalamannya.
Mbah Yai tersenyum dan berpesan:
“Tolong kamu camkan pesan Pak Kondektur itu, dan Alhamdulillah nak, kamu selamat. Bus yang kamu naiki dan penumpangnya termasuk kondektur itu, mereka itu golongan jin yang kebetulan melintas di jalur manusia.” (Seperti dikisahkan Afra di Koran Merapi) *