Zainal tertawa melihat tingkah konyol tetangganya itu, suara tawanya mengubah keadaan menjadi lebih ringan.
“Pak Malik, senternya diarahin ke jalan saja, kan tahu kalau jalan desa ini perlu diperbaiki. Terus jangan nyenterin rumah warga, nanti dikira mau bertamu."
"Rata-rata jarak antarrumah dengan bangunan lain terlihat jauh, makanya kelihatan sepi,” terang Zainal.
Malik mengangguk dan memutuskan mengikuti Zainal.
Sampailah mereka di sebuah pos kamling, telah ditunggu kehadiran dengan warga lain.
Obrolan dan permainan kartu membuat malam semakin berjelaga, Malik pun sampai gelisah karena tak kunjung usai.
“Waduh, maaf pak Inal dan Bapak-bapak. Ini sudah jam setengah dua, takut istri saya khawatir. Mohon maklum.”
“Gapapa pak Malik, sebenarnya ini mau selesai. Tapi kalau mau duluan kami mengerti. Jalannya masih ingat kan? Awas ga usah mampir-mampir, ssenternya dirahin ke jalan ya.”
Baca Juga: Hobi nonton video porno saat sedang istirahat, sopir truk ketakutan karena diganggu sundel bolong
“Hah? Mampir-mampir? Enggaklah Pak. Mari Bapak-bapak.” Malik pergi meninggalkan orang-orang di pos kamling.
Dirinya berjalan menyusuri kampung sendirian untuk menuju rumah.
Rasa kantuk benar-benar ganas, menguaplah di tengah perjalanan.
Matanya menutup karena kembali menguap dan ketika terbuka ada sebuah kios kopi yang riuh dengan hiasan lampu neon.
Terkejutlah kehadiran warung yang buka pada waktu dini hari di pinggir jalan desa. Heran, kenapa tidak melihat bangunan kios seperti ini saat berangkat ronda.