Pada malam Minggu yang sudah ditentukan mereka bertiga berangkat mengail.
Mereka tidak pernah mengail siang hari tetapi mesti malam hari.
Untuk penerangan tidak menggunakan baterai ataupun lampu tetapi menggunakan upet yang terbuat dari mancung (kelopak bunga kelapa).
Pukul 18.00 WIB Eko, Nardi dan Bagong berangkat menuju sungai Sipoh yang banyak ikannya.
Ikan-ikan yang ada di sungai tersebut adalah sidat, belut, lele, boso, undang dan ketam.
Mereka menyusur sungai lebih kurang 2 km. Lebih kurang pukul 22.00 WIB mereka mendengar suara yang menyedihkan kerik, kerik, kerik di tepi sungai.
Eko segera pindah ke lubuk di bawah pohon beringin yang terkenal banyak ikannya.
Baru saja 10 menit ia ada di bawah pohon beringin kepalanya merasa pusing dan matanya berkunang kunang.
Kemudian ia jatuh dan mengerang-erang. Teman temannya Nardi dan Bagong segera menolongnya.
Oleh dua orang Eko diangkat dibawa ke jalan yang tidak jauh dari tempat itu.
Kebetulan pada waktu itu lewat orang-orang yang pulang ronda.
Dengan dibantu orang-orang ronda itu Eko diantar pulang.
Sampai rumah ia masih mengerang erang merasa punggungnya ada yang memukul mukul dan menusuk nusuk dengan paku. (Seperti dikisahkan Drs. Subagya di Koran Merapi) *