Karena hasutan Narottama, maka marahlah Raja Erlangga. Wajahnya menjadi merah, matanya pun menyinarkan hawa panas, hawa marah. Raja pun memerintahkan pasukan pinilih untuk menggempur Desa Girah untuk membawa janda Calon Arang hidup atau mati!
KEMUDIAN, sidang kerajaan itu pun berakhir sampai di situ. Sepeninggal Prabu Erlangga, Patih Narottama juga keluar dari sidang diikuti oleh Patih Nayaka, Bupati, Bekel, dan Demang yang ikut sidang Keraton Kahuripan.
Sebentar kemudian, di Alun-alun Kahuripan terdengar tanda “Gong… gong … gong..,” bende yang berbunyi tiga kali, tanda mengundang para prajurit pilihan. Mendengar suara gong berbunyi, maka berkumpullah 20 prajurit pilihan pengawal Raja dan 20 pelayan dalam.
Semuanya keluar meuju alun-alun, membawa senjata tombak, pedang, dan tak lupa di pinggangnya terselip sebilah keris.
“Hormat… pada Ki Patih Narottama,” aba Wangsa Jaya, komandan pasukan itu.
“Yak… cukup!” teriaknya lagi, ketika Sang Patih sudah selesai menunduk.
“Lapor, kami pasukan Pengawal Raja 20 orang, serta Pelayan Dalam 20 orang siap menerima perintah dari Ki Patih!”
“Laporan selesai…” lanjut si Wangsa Jaya.
Selesai memeriksa barisan, Ki Patih segera memberi tugas… dan mereka langsung naik ke atas punggung kudanya masing-masing.
Ki Patih juga ikut serta, ia berada paling depan, diapit oleh Pungga Mukti dan Pungga Sasra. Mereka komandan prajurit pelayan dalam dan pengawal raja.
Sinar matahari mulai merambat ke arah cakrawala, sementara burung-burung ceria, saling menari di atas dahan dan cabang pohon yang rindang. Para petani Kahuripan memperhatikan kuda-kuda yang melewati jalan yang sempit, jalan yang menuju Desa Girah, tempat tinggal seorang janda sakti yang membuat teluh atau tenung.
Tak lama kemudian, kuda-kuda para prajurit kahuripan telah memasuki Desa Girah yang masih diliputi embun pagi yang kelam. Mungkin karena mantera dari Calon Arang, hingga sang embun tak mau mencair, menghilang tertimpa sinar sang surya.
Para prajurit pinilih itu tidak merasa takut pada janda Girah. Mereka telah menerima perintah Patih Narottama untuk segera merusak apa saja yang mereka dapati di Desa Girah. Rumah-rumah yang buruk mereka bakar. Mereka juga merusak apa saja yang ada.
Janda Girah marah besar, matanya yang besar melotot ketika melihat daerah lingkungannya dirusak oleh para prajurit berkuda.