Sesuatu itu, terdengar bersiul-siul, apakah mungkin itu adalah kawan-kawannya yang mencari keberadaannya?
Senter yang di tangan pun bisa menyala sempurna, Riski mulai dapat lebih jelas melihat keadaan sekitar.
Melihat pemandangan itu, Riski merasa berada di sebuah kebun yang dipenuhi pohon karet.
Hal itu telihat dari guratan-guratan teratur hasil torehan pisau milik penyadap di batang pohon itu.
Riski pun beranjak masuk ke sana, berharap untuk bisa bertemu kawan-kawannya.
Ia berteriak dan berulangkali mengarahkan senter ke atas, ke pucuk pohon, berharap dilihat oleh kawan-kawannya.
Jarak antar pepohonan itu tidak terlalu jauh, tapi juga tidak serapat belantara, pohon karet ditanam secara teratur.
Tapi, suasana tetap gelap karena kabut sudah turun menyelimuti semua yang ada di hadapan Riski.
Kabut semakin tebal, dan Riski belum bertemu dengan siapa pun.
Baca Juga: Kembang Laruk bagian 17: Hiii... Potongan kepala anak perempuan itu matanya masih terbuka
Tapi, yang dihadapinya sekarang, semakin jauh masuk ke dalam, jarak antar pepohonan semakin renggang.
Mungkin hal yang sederhana, tapi tidak bagi Riski, yang membuatnya tidak biasa adalah suara siulan yang entar datangnya dari mana.
Siulan yang kemudian berganti dengan suara tawa yang pernah Riski dengar sebelumnya.
Nenek itu kembali, dan Riski, ia hanya bisa pasrah.***