Ia berangkat pukul setengah dua belas, menuju ke pohon cangkring itu, sendirian.
Beberapa saat setelah menyiapkan peralatan, Pardi melemparkan kailnya.
Selang setengah jam, ikan terus bertambah banyak. Pardi merasa benar-benar mujur.
Lagipula tidak ada keanehan yang dirasakan olehnya selama satu jam lebih disini.
Kepis (tempat menyimpan hasil ikan pancingan) sudah hampir penuh.
Lima belas menit kemudian, saat Pardi bersiap mengangkat hasil pancingan kesekian, hawa berubah menjadi dingin, angin berkesiur, dan jalan raya pun juga sepi.
Bersamaan dengan itu, sebuah suara serak dan berat mengagetkannya.
"Wes oleh okeh iwak e..." (sudah dapat banyak ikannya)
Pardi melirik ke arah datangnya suara, dekat kepis.
Dilihatnya sebuah tangan besar dan berbulu lebat.
Pardi ragu untuk menoleh sepenuhnya, dalam hati ia terus berdoa.
Setelah merasa cukup yakin, Pardi menoleh ke arah suara tadi.
Sudah tidak ada tangan besar berbulu lebat, termasuk ikan di dalam kepisnya, ikut raib.