Mereka pun pergi meninggalkan kami dengan wajah yang renyah.
Lift yang kami naiki cukup luas, dapat diisi hingga 15 orang lebih.
Awalnya hampir berdesakkan karena penumpang cukup banyak, setiap lantai pintu lift terbuka dan mengantarkan orang-orang menuju kamarnya.
Baca Juga: Cerita Horor Tukang Becak Dapat Pelanggan Penumpang Perempuan, Ternyata ..... Sundel Bolong
Sekilas, aku melihat suasana setiap lantai sangat terang dan ramai.
Akan tetapi perasaan ramai itu tiba-tiba redup di saat lift hanya tersisa aku dan temanku.
“Ini lantai berapa?” tanyaku penasaran.
“Itu Mas, baru saja melewati lantai 21” tunjuk pada layar penanda.
Aku pun terheran, apakah tidak ada peserta atau pengunjung yang memberhentikan lift ini.
Karena suasana tampak hening dan cukup lama menuju lantai atas.
Aku mencoba bersiul agar ada suara terisi, terlebih kami sudah lelah karena perjalanan.
Baca Juga: Jemaah Calon Haji Diingatkan Taati Ketentuan Pemerintah Arab Saudi Demi Kelancaran Ibadah
Akhirnya pintu lift terbuka dan kami pun menginjakkan kaki di lantai 29.
Namun, pemandangan yang ditampakkan adalah lorong kecil bersimpang dua, langit-langit berlampu redup, dan dinding dihinggapi lukisan-lukisan penari tradisional. (Seperti dikisahkan Ichsan Nuansa di Koran Merapi) *