harianmerapi.com - Adanya serangan dari Medang, akhirnya membukakan mata Sriwijaya, bahwa betapa berbahayanya ancaman dari Jawa.
Oleh karena itu, Maharaja Sriwijaya memutuskan untuk menyusun serangan balasan agar ancaman tak membesar dan bahkan menghancurkan Kerajaan Medang.
Alhasil, Sriwijaya sebagai kerajaan bahari disebut punya peran besar dalam menghancurkan Kerajaan Medang di Jawa.
Dalam prasasti Pucangan disebutkan, terjadi sebuah peristiwa Mahapralaya, yaitu peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur,
yang mana Haji Wurawari dari Lwaram yang merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016, menyerang yang menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa Teguh.
Meski begitu, ternyata ancaman tidak anya datang dari Jawa. Pada tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I yang merupakan raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan, melakukan ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya.
Menurut prasasti Tanjore berangka tahun 1030, Kerajaan Chola mampu menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, seperti wilayah Nikobar dan sekaligus menawan raja Sriwijaya yang berkuasa saat itu, Sangrama-Vijayottunggawarman.
Sejak itu, Sriwijaya pun mengalami kemunduran. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh imperium Sriwijaya berada di bawah pengaruh dinasti Chola.
Namun demikian Rajendra Chola I tetap memberi peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk pada dirinya.
Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i ke Tiongkok tahun 1028.
Konon faktor lain yang menyebabkan kemunduran Sriwijaya adalah munculnya faktor alam.
Yakni adanya pengendapan lumpur di Sungai Musi dan beberapa anak sungai lainnya, sehingga kapal-kapal dagang yang tiba di Palembang makin berkurang.
Hal itu membuat Kota Palembang semakin menjauh dari laut dan tidak strategis lagi. Gara-gara kapal dagang yang datang makin berkurang, maka pajak berkurang dan memperlemah ekonomi dan posisi Sriwijaya.