harianmerapi.com - Puluhan tahun yang lalu di desa saya ada arwah orang meninggal dunia minta payung kepada keluarganya.
Nama orang tersebut adalah Karsa (disamarkan). Sewaktu hidupnya ia memang termasuk orang yang kurang beruntung.
Kalau zaman sekarang ia sering disebut ekonomi lemah. Pekerjaannya mengambil nira dari pohon kelapa.
Baca Juga: Enam Adab Menasihati Sesama Muslim, Salah Satunya Harus Menggunakan Kata-kata yang Baik
Karena pohon kelapa miliknya sedikit maka ia mengambil nira (nderes) pohon kelapa tetangga hasilnya (niranya) dibagi dua.
Pekerjaan nderes itu bukan pekerjaan yang ringan tetapi pekerjaan yang berat dan sangat berbahaya. Ia harus memanjat pohon kelapa setinggi 7 meter sampai 11 meter pagi dan sore.
Kalau waktu hujan lebih membahayakan lagi karena pohon kelapa itu licin kalau tidak hati hati bisa jatuh.
Nira itu dibuat gula kelapa kemudian gula itu dijual kepada pedagang gula. Bahkan para pedagang itu sudah titip uang kepada Pak Karsa nanti kalau gulanya jadi tinggal mengambil.
Dia punya pekarangan tetapi tidak seberapa jadi dari pekarangannya itu hasilnya hanya kelapa dan gula kelapa tidak ada hasil yang lain untuk kebutuhan harian bisa kurang.
Anaknya ada 4 orang yang dua orang sudah berkeluarga sedangkan yang dua orang belum berkeluarga dan masih serumah dengan Pak Karsa.
Untuk keperluan harian saja hasilnya kurang tetapi Pak Karsa waktu itu punya hobi membeli NALO atai togel. Kalau kebetulan nomer yang dibeli cocok memang uangnya menjadi berlipat.
Namun kalau nomer yang dibeli tidak cocok (keluar) maka uangnya akan hilang. Ternyata berulang kali nomer yang dibelinya tidak cocok jadi ia kehilangan uang cukup banyak.
Kerap kali ia meminjam uang kepada tetangganya untuk mencukupi kebutuhannya dan membeli togel. Lama-lama utangnya menumpuk.
Bahkan ia berani meminjam uang kepada Bank Thithil. Hutangnya sampai puluhan juta bahkan ratusan juta.